Senin 27 Apr 2015 17:14 WIB

TKI Nunung Terancam Hukum Pancung di Yaman

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Angga Indrawan
Hukuman pancung di Arab Saudi (ilustrasi)
Hukuman pancung di Arab Saudi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Nasib terancam hukum pancung kembali mengintai Tenaga kerja Indonesia (TKI). Nunung bin Masri (38 tahun), TKI asal Kampung Cisalak Kecamatan Telagwaru, Kabupaten Purwakarta, Jabar itu dikabarkan terancam hukuman pancung di negara yang sedang perang, Yaman.

Toha (55), kakak kandung Nunung mengatakan, adiknya tersebut berangkat menjadi TKI sejak 2013. Nunung diberangkatkan melalui PJTKI PT Bagus Sodara di Jakarta. Seharusnya, pada 20 April kemarin, ibu dua anak tersebut pulang ke tanah air. Karena sudah habis kontrak.

"Seharusnya, Nunung pulang bersama temannya Enoy yang sesama TKI," ujar Toha, Senin (27/4).

Kabar Nunung yang tidak bisa pulang diterima keluarganya dari pesan singkat yang dikirim oleh sesorang yang mengaku bernama Kombes Untung Widyatmoko. Kombes Untung merupakan petugas dari atase Polri KBRI Riyadh. Dalam pesan singkat itu, Nunung dikabarkan tidak ada di KBRI.

Nunung diketahui berada di tahanan Jizaan atau sekitar 1.600 kilometer dari tempat Kombes Untung Widyatmoko berada. Ternyata Nunung ditangkap polisi di perbatasan Kota Jizaan, Yaman, dalam perjalan pulang ke tanah air.

Nunung yang sudah empat kali berangkat menjadi TKI ke negara Timur Tengah itu ditangkap karena terlibat kasus yang terjadi 2007. Kendati demikian, belum terungkap kasus apa yang melibatkan Nunung.

Bahkan, atas keterlibatannya dalam kasus yang saat ini masih misteri itu, Nunung terancam dihukum pancung. Mendengar kabar buruk itu keluarga langsung shock, terutama kedua putri kandung Nunung yang masing-masing duduk di kelas VI dan kelas II Sekolah Dasar (SD).

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi akan menelusuri masalah yang mendera warganya itu. Pihaknya akan mencari tau apakah Nunung jadi TKI legal atau ilegal. Mengingat, sejak 2008 lalu pihaknya telah mengeluarkan moratorium TKI ke Timur Tengah dan Malaysia.

"Kami akan panggil keluarga, kepala desa dan camat untuk menjelaskan kasus ini," ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement