REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengklaim hingga bulan April 2015 jumlah Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PILN) yang terancam mati sebanyak 22 orang. Sedangkan jumlah TKI yang terancam mati sebanyak 290 orang.
Menanggapi hal tersebut, anggota DPR Komisi IX, Riski Sadig, mengimbau pemerintah secara terbuka dapat belajar dengan negara lain yang cenderung lebih baik dalam hal melayani dan menangani para pekerja Indonesia di luar negeri. "Negara yang mampu melindungi lebih dini, serta apabila terjadi kasus hukum dapat bertindak cepat dan efektif," katanya kepada Republika, Sabtu (25/4).
DPR, kata dia, memiliki komitmen penuh dalam melakukan perbaikan sistem pelayanan, rekrutmen, pembinaan, penempatan, perlindungan, dan pemulangan para pekerja luar negeri Indonesia, perbaikan sistem dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (UU-PPILN).
Riski Sadig yakin dengan itikad baik seluruh Pimpinan dan Anggota DPR RI Komisi IX bahwa Undang-undang No.39 tahun 2004 tentang PPTKLN; yang telah diperbarui dengan nama RUU PPILN (Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri) tersebut dapat dituntaskan berdasarkan target Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
"Kita perlu pola penanganan mulai dari pencegahan dini dalam pembekalan Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri yang tegas namun tetap ramah," kata Riski Sadig.
Selain itu, ujar dia, di Indonesia seharusnya ada sistem yang bersifat preventif dan represif yang efektif baik dalam tatanan normal maupun bersifat darurat jika para pekerja Indonesia mengalami permasalahan saat bekerja di luar negeri."Kita benahi dari hulu ke hilir sistemnya sejak awal pra rekrutmen, penempatan, bahkan sampai para buruh migran kembali lagi ke tanah air dengan selamat," jelasnya.
Menurut dia, yang harus dibangun adalah paradigma melayani, membina, dan melindungi TKI. Di sisi lain, kata dia, pemerintah juga harus mampu meningkatkan jumlah lapangan kerja di dalam negeri agar masyarakat, terutama generasi muda usia produktif, tidak tergiur mencari kerja di negeri orang. "Sudah saatnya TKI tidak lagi dijadikan eksploitasi bisnis atau komoditas industri," katanya mengakhiri.
Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, mengatakan permasalahan yang melanda TKI saat ini dikarenakan adanya tumpang tindih kebijakan antara dua instansi pemerintahan.
"Tidak usainya masalah TKI ini dan terus berulangnya maslaah ini karena ada dua kebijakan yang saling tumpang tindih, yaitu antara Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI," ujarnya pekan lalu.
Poin utama lainnya pada permasalahan TKI ini, karena semua polemik dan masalah yang ada bermuara di hulu. Bermula pada saling tumpang tindihnya dua kebijakan dua instansi itu. Ditambah dengan banyaknya TKI yang tidak berkompeten tetapi, terpaksa dan dipaksa dikirim bekerja ke luar negeri.
Hal ini diungkapkannya setelah dua tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang dieksekusi mati oleh otoritas Arab Saudi, beberapa waktu lalu. "Banyak dari mereka yang belum siap diberangkatkan ke luar negeri, terpaksa harus dikirimkan karena agensi di Indonesia sudah menerima bayaran sebelum pelatihan para pekerja ini usai," ujarnya.