REPUBLIKA.CO.ID,SOREANG -- Pemerintah Kabupaten Bandung mengalami kerugian akibat limbah industri yang mengaliri kawasan lahan pertanian di Kecamatan Rancaekek.
"Kita rugi sekarang untuk kawasan yang di Rancaekek itu," tutur Bupati Bandung Dadang Naser, akhir pekan lalu.
Sebab, Kecamatan Rancaekek yang selama ini menjadi penghasil padi terbesar di Kabupaten Bandung, itu selalu teraliri limbah dari beberapa pabrik yang berada di sekitarnya.
Karena itu, kata dia, kini sudah ada penyesuaian terhadap kawasan lahan pertanian tersebut. Artinya, beberapa kawasan lahan pertanian yang telah teraliri limbah, itu dijadikan sebagai kawasan industri.
"Beberapa titik yang berat, itu diabukan, dan itu sudah diabukan," kata Dadang.
Sebagian kawasan lahan pertanian di Kabupaten Bandung, ujar dia, pun sudah dijadikan kawasan industri. "Jadi bisa jadi industri, dan juga peternakan, atau yang lahan pertanian tetap kita pertahankan," tutur dia.
Meski begitu, Dadang tidak menyebutkan lahan pertanian mana saja yang sudah dijadikan kawasan industri.
Namun, dengan catatan, air limbah yang datang dari industri di Kabupaten Sumedang harus dilakukan pengolahan. Sebab, Dadang mengakui, industri yang di dekat Rancaekek itu berada di Sumedang.
"Yang harus diselesaikan itu pengolahan air limbah yang datang dari Sumedang," lanjut dia.
Menurut dia, perlu ada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpadu untuk mengatasi limbah pabrik tersebut sehingga tidak merugikan lahan pertanian di Rancaekek. Dengan begitu, lahan pertanian seluas 400 hektare bisa ditangani kembali.
Dadang mengakui, persoalannya sekarang, yakni perubahan lahan pertanian menjadi kawasan industri.
"Kalau perubahan dari abu jadi sawah sih enggak masalah, tapi yang sawah jadi abu yang jadi masalah," tutur dia.
Sebab, lahan pertanian tersebut menanti datangnya investor untuk dikembangkan. Jika masih belum ada investor, kawasan lahan pertanian yang telah dimerahkan itu, sambil menunggu datangnya investor, terpaksa masih ditanami.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) Rizaldi Boer mengatakan, perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kecamatan Rancaekek, bakal memengaruhi sedimentasi dan pencemaran sungai Citarum.
Apalagi, limbah industri menjadi peringkat kedua setelah limbah domestik sebagai pencemar sungai Citarum. "Perubahan RTRW ini akan menambah pencemaran sungai Citarum," tutur Rizaldi.
Menurut dia, pemerintah pun tidak intensif mengawasi pertumbuhan industri. Sebab, jika tidak dibatasi, akan semakin banyak lahan-lahan hijau yang bakal dijadikan kawasan industri.
Selain itu, tambah dia, upaya menjadikan Kecamatan Rancaekek sebagai kawasan industri, itu merupakan keinginan pemerintah kabupaten untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika terus demikian, maka sungai Citarum akan terus tercemar.
"Sungai Citarum kondisinya bakal lebih parah di masa depan," kata akademisi dari Insititut Pertanian Bogor ini.
Alih fungsi lahan dari pertanian menjadi industri, menurut Rizaldi, menjadi langkah legal dalam menumbuhkan industri. Karena itu, jika Rancaekek dialihfungsikan sebagai kawasan industri, menandakan pemerintah tersebut berpikir dengan jangka pendek.
Kalau memang pemerintah beralasan Rancaekek sudah terlanjur dicemari limbah, lanjut Rizaldi, lalu mereka menjadikannya sebagai kawasan industri.
"Ya mereka tidak mampu menghadapi perusahaan yang nakal," katanya.
Dari data Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bandung, Kecamatan Rancaekek memiliki 3.028 hektare lahan panen padi. Hasil produksi padi per Januari 2015 dari kecamatan tersebut, yakni mencapai 20.148 ton Gabah Kering Giling (GKG).
Sementara, total produksi padi Kabupaten Bandung saat itu sebesar 49.855 ton. Memang, produksi padi dari Rancaekek terbesar jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Bandung.