Jumat 24 Apr 2015 05:12 WIB

Jokowi Diminta Berani Bikin Daftar Hitam Pengemplang BLBI

Rep: C14/ Red: Ilham
 Sejumlah massa berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus BLBI di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)
Sejumlah massa berunjuk rasa menuntut penuntasan kasus BLBI di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (12/5). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Advokasi dan Studi (PAS) Indonesia, M Taufik Riyadi mengatakan, momentum pidato Presiden Jokowi dalam pembukaan Konferensi Asia Afrika itu tepat. Sebab, kinerja IMF dan Bank Dunia memang bermoral hazard atau ketamakan yang menular dari dunia bisnis ke birokrasi, masyarakat sipil, dan bahkan keluarga.

Dia menjelaskan, pada awal April tahun ini, kepolisian Spanyol dengan bantuan Interpol berhasil menangkap mantan direktur pelaksana IMF periode 2004-2007, Rodrigo Rato, atas tuduhan korupsi dan pencucian uang.

"Sebelumnya, mantan direktur IMF 2007-2011 Dominique Strauss-Kahn, juga menjadi tersangka kasus jaringan prostitusi internasional," kata Taufik Riyadi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/4).

Menurut dia, yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia ialah problem besar yang sedang terjadi hingga kini akibat Indonesia menerima rekomendasi IMF ketika Krisis 1997-1998. IMF diketahui merekomendasikan Indonesia agar menerbitkan obligasi rekapitulasi perbankan eks-Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 670 triliun.

"Dari total penerimaan BLBI pada 48 bank senilai Rp 144,53 triliun, telah ditemukan berbagai pelanggaran mencapai Rp 84,84 triliun atau 59,7 persen dari keseluruhan BLBI," lanjut dia.

Ironisnya, lanjut Taufik, meskipun para bankir penerima BLBI sudah menjaminkan kekayaannya ke negara, mereka masih masuk ke dalam daftar orang-orang terkaya di dunia versi Majalah Forbes. Sehingga ketahuan, kekayaan mereka tidak diserahkan ke negara, melainkan kembali lagi ke mereka.

Karena itu, Taufik meminta Jokowi memasukkan nama-nama pengemplang BLBI itu ke dalam daftar hitam. Ini dalam rangka meredam pengaruh moral hazard para bankir dan pengusaha-konglomerat yang terlibat dalam kasus BLBI dan pemberian dana talangan untuk Bank Century.

"Pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan menyusun daftar hitam. Di mana para pelaku usaha yang pernah terlibat dalam kasus BLBI dimasukkan dalam suatu daftar (hitam) yang diumumkan. Dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI sebagai (pemberi) warning," tutur dia.

Pada Rabu (22/4), Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato di hadapan para kepala negara dan delegasi dari negara-negara Asia dan Afrika di Jakarta. Jokowi menyampaikan perlunya negara-negara di benua Asia dan Afrika untuk keluar dari pengaruh tata ekonomi bentukan Barat, seperti Badan Moneter Intternasional (IMF), Bank Dunia, dan bahkan Bank Pembangunan Asia (ADB).

Menurut Jokowi, hegemoni ketiga lembaga internasional itu sudah kedaluwarsa. "Pandangan yang menyatakan bahwa masalah ekonomi global hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, ADB, adalah pandangan kuno yang perlu dicampakkan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement