Kamis 23 Apr 2015 20:06 WIB

77 Buruh yang Digugat Perusahaan Mengadu ke Dewan

Rep: C74/ Red: Djibril Muhammad
ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sebanyak 77 buruh perempuan PT. Tobacco Indonesia mengadu ke DPRD Kota Malang yang diterima oleh Komisi D. Ketua Komisi D Imam Fauzi mengatakan akan mempelajari saran dan keluhan para buruh. Ia melihat ada kejanggalan dengan sistem perusahaan PT. Tobacco Indonesia.

"Kami akan pelajari, kami melihat kejanggalan, karyawan diperlakukan tidak adil dan nyaman, ada unsur intimidasi yang membuat karyawan mengundurkan diri," kata di Gedung DPRD Kota Malang, Kamis (23/4).

Ia berjanji akan segera memanggil pihak-pihak yang terkait. Imam berjanji akan memanggil Dinas Tenaga Kerja mulai minggu depan. Ia akan meminta apa yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja terkait permasalahan ini. Dan apa yang dilakukan Dinasker kepada PT. Tobacco Indonesia.

Imam mengatakan para buruh bercerita awalnya, (2/3) 2015 lalu, sebanyak 77 buruh perusahaan di bidang produksi, distribusi dan perdagangan tembakau iris digugat di PN Malang. Penggugatnya Djonny Saksono, pemilik PT Indonesian Tobacco. Isi gugatan perbuatan melawan hukum dan ganti rugi nomor 24/Pdt.G/2015/PN Mlg tersebut, menuntut 77 buruh mengganti kerugian sekitar Rp 2,4 Miliar.

Rinciannya kerugian materiil Rp 1.379.438.600 serta kerugian immaterial Rp 1 miliar. Termasuk membayar denda Rp 10 juta setiap harinya, apabila tergugat (buruh) lalai memenuhi isi putusan, setelah gugatan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Gugatan perbuatan melawan hukum dan ganti rugi yang dibebankan kepada 77 buruh ini, berawal dari aksi mogok sekitar 250 buruh lebih pada 20 Mei 2014. Aksi mogok tersebut, adalah bentuk solidaritas buruh, setelah mengetahui 17 buruh dan pengurus SPSI di-PHK oleh perusahaan.

Pemutusan hubungan kerja 17 pengurus SPSI oleh perusahaan tersebut, karena mereka menuntut hak buruh untuk mendapatkan gaji 200 persen saat lemburan, sesuai peraturan. Sebab ketika lembur, buruh hanya dibayar 150 persen saja.

Buntut dari aksi mogok tersebut, 77 buruh dari 250 lebih buruh yang ikut aksi mogok diberhentikan tanpa surat pemberhentian serta pesangon.

Sebanyak 77 Buruh yang digugat ini, dianggap sebagai provokator. Padahal 2 dari tujuh buruh yang digugat, saat aksi mogok waktu itu tidak ikut. Dua buruh itu izin karena ada yang melahirkan serta hajatan pernikahan. Namun faktanya mereka yang tidak tahu apa-apa juga ikut digugat.

Selain memberhentikan buruh, perusahaan juga melaporkan ke Peradilan Hukum Industrial (PHI) Surabaya. Isi putusan sidang PHI pada 10 Desember 2014, antara lain adalah mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Menyatakan putusan hubungan kerja antara penggugat dan tergugat, terhitung mulai 30 Oktober 2014, karena tergugat melakukan indisipliner.

Perusahaan juga meminta membayar hak-hak, dengan kisaran rata Rp 17 juta sampai Rp 30 juta, setiap buruh. Sehingga jika ditotal hak buruh yang harus dibayar oleh perusahaan sekitar Rp 2,7 Miliar. Namun perusahaan yang tidak ingin rugi, melayangkan gugatan perdata perbuatan melawan hukum dan ganti rugi, sebesar Rp 2,3 Miliar, pada 2 Maret 2015 lalu.

Gugatan dilayangkan ke PN Malang, melalui kuasa hukumnya Erdijanto Wahjoedin SH. Setiap buruh digugat sebesar Rp 17 juta. "Kami di PHK karena alasan mogok kerja. Tapi sama sekali tidak ada uang pesangon," ujar Ummuh Farida, salah satu buruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement