Kamis 23 Apr 2015 16:40 WIB
konferensi asia afrika

Jokowi Perlu Sampaikan Lima Pesan Ini di KAA

Hikmahanto Juwana
Foto: Dok.pribadi Facebook
Hikmahanto Juwana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan Presiden Jokowi perlu menyampaikan Pesan Bandung di akhir perhelatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60, di Bandung, Jumat (24/4) ke seluruh dunia.

"Di Akhir KAA besok (di Bandung), Presiden Jokowi perlu menyampaikan pesan dari konferensi setelah sesi penyampaian berbagai pandangan oleh para pemimpin Asia dan Afrika. Rangkuman pesan ini akan disebut sebagai Pesan Bandung atau 'Bandung Message'," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (23/4).

Hikmahanto mengatakan ada lima pesan yang dapat disampaikan sebagai Pesan Bandung oleh Presiden Jokowi kepada negara-negara Asia Afrika dan dunia.

Pertama, negara-negara Asia dan Afrika saat ini memasuki fase konsolidasi dengan melakukan kerja sama diantara kedua benua. Dengan demikian ketertinggalan negara-negara Asia dan Afrika dengan benua lain akan semakin dipersempit.

Kedua, negara-negara Asia dan Afrika menghendaki keuniversalan peradaban dan PBB sehingga tidak hanya didominasi oleh negara-negara di Benua Amerika, Eropa dan Australia.

Ketiga, negara-negara Asia dan Afrika akan secara signifikan melepaskan ketergantungannya dari lembaga keuangan internasional yang tidak berhasil mengeluarkan negara-negara Asia dan Afrika dari kemiskinan. Lembaga keuangan ini adalah Bank Dunia, IMF dan ADB.

Keempat, negara-negara Asia dan Afrika akan berupaya menyelesaikan sengketa yang muncul di kawasan ini oleh mereka sendiri dengan menggunakan kearifan dan peradaban mereka.

Kelima, negara-negara Asia dan Afrika akan bekerja sama dengan negara-negara di benua Amerika, Eropa dan Australia dalam kesetaraan dan saling menguntungkan.

"Lima pesan inilah yang akan mengubah lanskap politik, ekonomi, keamanan dan budaya dunia. Negara-negara di Asia dan Afrika tidak lagi bisa diremehkan, hanya sebagai pengikut ('follower'), bahkan dianggap sebagai obyek bagi negara-negara di benua Eropa, Amerika dan Australia," jelas dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement