Ahad 19 Apr 2015 20:21 WIB

Kapolri Baru, Momentum Evaluasi Perilaku Penegak Hukum

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Angga Indrawan
 Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti (kiri) dan Isteri Ny. Tejaningsih Haiti (tengah) usai pengucapan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/4). (Antara/Widodo S. Jusuf)
Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan ucapan selamat kepada Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti (kiri) dan Isteri Ny. Tejaningsih Haiti (tengah) usai pengucapan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/4). (Antara/Widodo S. Jusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Universitas Andalas yang dilaporkan ke Bareskrim Polri atas kasus pencemaran nama baik hakim Sarpin, Charles Simabura mengatakan, pemerintahan dan Kapolri yang masih baru merupakan momentum melakukan evaluasi terhadap perilaku penegak hukum.

Menurut Charles, praktik kriminalisasi yang dilakukan oleh penegak hukum sudah lama terjadi. "Jangan jadikan sebagai persoalan pribadi," ujar Charles, merespon kriminalisasi terhadap pegiat anti korupsi oleh Polri, di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ahad (19/4).

Penanganan hukum atas dasar persoalan personal, kata Charles, akan berpotensi adanya kriminalisasi. Sebab itu, Charles menuturkan, hal ini harus menjadi catatan bagi institusi penegakan hukum.

Dalam kesempatan yang sama, Sandra Moniaga dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengemukakan, dalam negara hukum, semua harus ada landasan. Oleh karenanya, dalam penegakan hukum harus ada batasan.

"Semua tindakan Polri ada batasan," kata Sandra.

Sandra menjelaskan alasan protesnya terhadap penyidik Polri pada saat melakukan penangkapan terhadap Bambang Widjojanto (BW). Menurutnya, Komnas HAM merujuk kepada Peraturan Kapolri (Perkap) tentang penangkapan. Untuk itu, Sandra menambahkan, ketika Perkap tersebut belum dicabut, maka masih digunakan sebagai rujukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement