REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Beberapa masalah seperti kebocoran soal dan kendala teknis, masih mewarnai pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2015. Menanggapi hal tersebut, Komisi Nasional (Komnas) Pendidikan meminta pemerintah memperketat pengawasan dalam pelaksanaan UN.
“Perlu ada kontrol dari hulu ke hilir,” ungkap Andreas Tambah, Staf Ahli Komnas Pendidikan, Ahad (19/4).
Menurut Andreas, supervisi pada seluruh dimensi penyelenggara UN dibutuhkan agar masalah yang terjadi tidak kembali terulang. Terlebih, ia menyampaikan, banyaknya pihak yang terlibat dalam pelaksanaan UN bisa disusupi oleh oknum tak bertanggung jawab yang ingin mengeruk keuntungan.
“Pemerintah harus benar-benar mengusut kasus kebocoran soal yang kemarin terjadi. Beri sanksi hukum yang tegas kepada pelaku,” kata Andreas.
Selain kebocoran soal, Andreas menyebutkan bahwa Komnas Pendidikan juga memantau sejumlah kendala teknis yang terjadi di beberapa daerah. Salah satunya adalah ketidaksesuaian soal yang diujikan di wilayah Bali dan Jawa Timur.
“Ketidaktelitian harus diantisipasi. Panitia di pusat yang mengepas soal jangan satu dua orang. Misalnya, ditambah lagi beberapa kontrol tertentu,” ujarnya.
Andreas juga menyoroti perihal pelaksanaan ujian berbasis komputer (UN-CBT). Meski di satu sisi dapat menghemat anggaran, UN-CBT juga dapat menambah peluang terjadinya kebocoran. Evaluasi yang disampaikan Andreas untuk UN-CBT adalah perhatian mendalam terhadap hal teknis, seperti perangkat komputer, listrik, dan tenaga ahli.
Ia berharap, masalah yang terjadi selama UN SMA tidak akan terjadi lagi dalam pelaksanaan UN SMP pada 4-7 Mei mendatang. Komnas Pendidikan, tambahnya, juga akan terus mengawal pelaksanaan UN dengan melakukan monitoring di pusat maupun daerah.
“Semua kami monitor, sejak distribusi soal hingga selesai pelaksanaan. Untuk UN SMP, kami sudah mulai monitoring sejak dua hari sebelum penyelenggaraan,” katanya.