Jumat 17 Apr 2015 19:48 WIB

Komunitas Pendidikan Bandung Adukan UN ke Ombudsman

Rep: C01/ Red: Indira Rezkisari
Puluhan siswa SMK melakukan aksi mencoret baju seragam seusai melaksanakan Ujian Nasional (UN) di daerah Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Rabu (16/4).  (foto: MgROL_34)
Puluhan siswa SMK melakukan aksi mencoret baju seragam seusai melaksanakan Ujian Nasional (UN) di daerah Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat, Rabu (16/4). (foto: MgROL_34)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Komunitas Pendidikan Kota Bandung yang terdiri dari Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Forum Orang Tua Siswa (Fortusis), Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan (GMPP), Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) dan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) mendatangi kantor Ombudsman Jawa Barat. Kedatangan Komunitas Pendidikan Kota Bandung bertujuan melaporkan kecarut-marutan pelaksanaan Ujian Nasional 2015.

"Kami dari komunitas pendidikan Kota Bandung hari ini mengadukan terjadinya indikasi kebocoran dan keterlambatan biaya Ujian Nasional kepada Ombudsman," ujar Sekretaris Jendral FGII Iwan Hermawan di pelataran kantor Ombudsman Jabar, Jumat (17/4).

Iwan menyatakan selain ada temuan kebocoran soal UN untuk jurusan IPA, ia juga menemukan indikasi kebocoran soal UN untuk jurusan IPS. Ada tiga mata pelajaran jurusan IPS yang diindikasikan bocor, yaitu georafi, sosiologi dan bahasa Inggris.

Iwan juga menyatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan atas kebocoran soal UN. Dari penyelidikan yang ia lakukan, didapati informasi bahwa di setiap sekolah ada koordinator pengumpul uang untuk membeli soal. Iwan menyatakan koordinator ini bukan dari pihak sekolah. Untuk bisa mendapatkan bocoran, tiap kelas dipatok untuk membayarkan uang sejumlah Rp 1,4 juta. Setelah uang terkumpul, uang tersebut kemudian dibayarkan ke pihak luar yang menjual bocoran.

Dalam praktiknya, lanjut Iwan, ada sistem tertentu yang dilakukan untuk menyebarkan bocoran. Setelah uang diterima oleh pihak luar, selanjutnya sejenis soal dan sejenis kunci jawaban diberikan. Sejenis soal dan sejenis kunci jawaban tersebut dibagikan melalui aplikasi pesan seperti Line atau WhatsApp.

"Mereka menamai grup dengan nama bagus seperti 'Generasi Penerus Bangsa', yang isinya para murid," jelas Iwan.

Adanya indikasi kebocoran membuat Komunitas Pendidikan Kota Bandung ini mengimbau agar hasil UN tidak dijadikan tolak ukur penentu dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi. Untuk itu, komunitas ini juga mendorong agar seloruh rektor perguruan tinggi dapat menimbang imbauan tersebut. Selain itu, Komunitas Pendidikan Kota Bandung juga menyatakan tidak setuju jika dilakukan UN ulang.

"Kami tidak berharap UN diulang kembali, karena itu percuma dan sia-sia. Hanya habiskan uang rakyat saja," ujar perwakilan GMPP Hari Haryadi Santoni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement