REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Permintaan kopi ke Indonesia masih terus lesu hingga triwulan pertama tahun ini akibat harga jual yang dinilai lebih mahal dari negara lain.
"Harga jual kopi Indonesia yang dinilai mahal, sementara permintaan di pasar internasional melesu, membuat importir mengurangi pembelian," kata Wakil Ketua Umum bidang Speciality dan Industri Kopi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara, Saidul Alam di Medan, Jumat (17/4).
Permintaan yang melemah tentu saja menyulitkan eksportir dan termasuk petani. Menurut dia, mahalnya harga kopi di dalam negeri seperti di Sumut merupakan dampak menurunnya produksi kopi petani.
Penurunan produksi sendiri akibat banyaknya tanaman tua, kurang terawat dan termasuk dampak pohon yang berasal dari benih asalan. "Dengan turunnya permintaan, petani semakin kesulitan karena produksi juga rendah. Harga jual yang tinggi tidak menolong maksimal penerimaan petani," katanya.
Harga kopi, ujar Saidul, memang sedang mahal atau di kisaran Rp 52.000 untuk basis atau dasar asalan.
Adapun, harga ekspor sekitar 4,8 dolar AS atau Rp 62 ribuan per kg. "Harga Rp 52.000 per kg itu dinilai terlalu mahal sehingga importir mengurangi pembelian," katanya.
Dia mengakui, kopi Indonesia tetap menjadi bahan campuran kopi dunia karena rasa dan aromanya yang khas.
Tetapi karena mahal, produsen kopi di luar negeri mengurangi persentase "blend" atau campurannya dan mengganti dengan kopi dari negara lain. "Permintaan yang turun sudah berlangsung hampir tiga tahun terakhir membuat pengusaha dan petani merasa terganggu," katanya.
Petani kopi di Dairi, Romel Sembiring mengakui harga kopi lagi bertahan mahal setelah di Oktober-November 2014 mengalami penurunan dampak lagi panen. Meski mahal, tetapi belum kembali normal sehingga petani kesulitan karena produksi juga tidak banyak.