Jumat 17 Apr 2015 10:53 WIB

Ancaman Bom, Penumpang Baik Air Ambon-Jakarta Dikarantina

  Pesawat baru Batik Air seri Airbus 320 tiba di terminal 1A, Bandar udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (21/11).
Foto: Antara
Pesawat baru Batik Air seri Airbus 320 tiba di terminal 1A, Bandar udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Penumpang pesawat Batik Air dari Ambon tujuan Jakarta mengaku resah dengan adanya ancaman bom, yang dialamatkan ke pesawat yang ditumpanginya.

Terlebih setelah pesawat tersebut terpaksa mendarat dan menjalani pemeriksaan di bandara Internasional Hasanudin, Makassar, Jumat (17/4) pagi.

Salah seorang penumpang, Pieter Saimima, saat dihubungi dari Ambon, Jumat, menyatakan dirinya menjalani karantina setelah mendarat di bandara Internasional Hasanuddin.

"Sebenarnya posisi pesawat sudah lewat Makassar. Namun, tiba-tiba diumumkan bahwa pesawat mendarat darurat di bandara Internasional Makassar dengan alasan gangguan teknis," ujarnya.

Menurutnya, setelah pesawat mendarat para penumpang langsung diarahkan ke ruangan karantina, selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara intensif.

"Kami diperiksa hingga kaus kaki dan dilarang keluar dari ruangan karantina," katanya.

Pieter yang adalah Kadis Perhubungan Kota Ambon itu ke Jakarta untuk urusan dinas bersama Kadis PU setempat, Brury Nanulaitta. Ia mengaku telah diberikan makanan dan hingga pukul 10.40 WIT belum diizinkan keluar dari ruangan karantina.

Penumpang lainnya yang memanfaatkan jasa pesawat tersebut antara lain Sekretaris DPRD Maluku, Roy Manuhuttu, Staf Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemprov setempat, Umat Alhabsy.

Keluarga penumpang Batik Air di Kota Ambon dan sekitarnya meresahkan ancaman bom tersebut sehingga bertanya ke berbagai pihak berkompoten.

"Kami khawatir sekiranya ancaman bom itu benar dan musibah besar melanda Maluku sekiranya bahan peledak itu meledak di dalam pesawat," kata seorang keluarga penumpang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement