REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyikapi permasalahan sengketa pertanahan di Indonesia, Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) / Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan mengakatan pihaknya mengedepankan proses mediasi antara pihak-pihak yang bertikai.
Ia mengatakan, dalam menanggapi permasalahan ini perlu juga melihat aspek sosial, disamping aspek legalitas yang sudah ada lantaran ada sejumlah masyarakat yang sebenarnya sudah hidup bertahun-tahun secara turun termurun namun tidak memiliki aspek legal.
"Kita sudah ketemu dengan ketua Mahkamah Agung dan meminta verifikasi terhadap keotentikan data-data supaya dikonfirmasi, karena itu salah satu jalan atasi problem yang berlarut-larut ini," ujar Ferry, dalam rapat kerja dengan Komisi II di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/4).
Selain itu, Ferry menambahkan, pihaknya juga sudah meminta kepada kepolisian untuk menolak proses kehilangan sertifikat. Karena hal tersebut ia nilai sebagai alat masuk terjadinya persoalan sengketa pertanahan tersebut.
Terkait hak komunal yang diberikan kepada masyarakat adat, ia mengatakan tetap ada proses verifikasi dalam menentukan itu dimana ia berharap pemerintah daerah memiliki data dan melakukan pengecekan secara langsung.
"Kami sudah surati (pemda) sejak tahun lalu, namun hanya beberapa yg menjawab," lanjutnya.
Ia mengharapkan, pemda mampu membuat suatu kriteria yang menentukan secara jelas apa yang disebut masyarakat adat. Ferry menambahkan, bahwa tanah memiliki keunggulan dari aspek sosial dan emosional.