Rabu 15 Apr 2015 19:56 WIB

Polri Telusuri Pembobolan Tiga Bank via Malware

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Yudha Manggala P Putra
Malware. Ilustrasi.
Foto: blog.microtech
Malware. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri saat ini sedang menulusuri pembobolan bank lewat program jahat atau biasa disebut malware (malicious ware). Pembobolan tersebut tergolong canggih karena pengendali program jahat berada di Ukraina.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipdeksus), Brigjen Victor Edy Simanjuntak mengatakan, sejauh ini baru tiga bank di Indonesia yang menjadi korban virus malware. Namun, Victor enggan menyebut ketiga bank tersebut. Pihaknya berencana berbicara kepada semua bank pekan depan.

Pembobolan melalui malware, kata Victor, dapat membuat bank menjadi bangkrut. "Yang lapor bank bayar kerugian ke nasabah, kalau berlanjut terus bisa kolaps bank itu," ujar Victor, di Bareskrim Polri, Rabu (15/4).

Saat ini Bareskrim belum mampu menyingkirkan program jahat tersebut. Karena itu, saat ini sedang berbicara dengan ahli guna mencari solusi.

Lebih lanjut, Victor menjelaskan, program jahat ini disebarkan melalui layar komputer nasabah terutama pengguna internet banking lewat aplikasi untuk melakukan transaksi secara online.

Menurut Victor, tidak menyadari bahwa transaksinya dikendalikan pelaku kejahatan yang ada di Ukraina. Karena aplikasi yang digunakan nasabah hampir mirip dengan yang dari bank.

Victor menambahkan, ketika program tersebut menyebar di komputer nasabah maka, secara otomatis setiap transaksi dengan bank akan dikendalikan oleh pelaku kejahatan. "Tinggal menunggu ketika nasabah transaksi. karena di komputer ada malware maka transfer masuk ke cybercrime," ujar Viktor, saat jumpa pers di Bareskrim Polri, Senin (13/4)

Pengendali sendiri, kata Victor, merekrut warga negara Indonesia (WNI) untuk menjadi kurir. Kurir tersebut diminta membuka rekening guna menampung uang yang dibelokkan dari nasabah kerekening kurir yang sudah dikendalikan. Selanjutnya kurir tersebut mendapatkan bagian dari total jumlah uang nasabah untuk kemudian dikirim ke Ukraina melalui western union moneygram. "Kurir sudah lebih dari 50," kata Victor.

Sejauh ini, sudah 300 nasabah yang terkena kasus ini dengan kerugian sekitar Rp 130 miliar. Padahal, lanjut Victor, modus tersebut, baru berjalan sekitar satu bulan.

Victor mengungkapkan, kasus ini disebabkan karena pengguna internet banking belum memahami penggunaan yang aman. Selain itu, dikarenakan nasabah menggunakan perangkat lunak (software) palsu.

Untuk itu, Victor mengimbau agar nasabah menggunakan software asli. Selain itu, masyarakat juga diimbau agar tidak mengunduh program internet yang tidak dimengerti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement