Rabu 15 Apr 2015 19:01 WIB

Pakar: UU Ketenagalistrikan dan UU PMA Bertentangan dengan Konstitusi

Rep: c14/ Red: Muhammad Hafil
Petugas Perusahaan Listrik Negara (PLN) memperbaiki beberapa bagian jaringan di kelurahan Watusampu, Palu, Rabu (18/2).
Foto: Antara
Petugas Perusahaan Listrik Negara (PLN) memperbaiki beberapa bagian jaringan di kelurahan Watusampu, Palu, Rabu (18/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Aidul Fitriciada Azhari menyatakan, UU 39/2009 tentang Ketenagalistrikan berpotensi melanggar konstitusi UUD 1945. Sebab, lanjut dia, kedua regulasi itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33.

Adapun Pasal 33 menyatakan, antara lain hajat kebutuhan orang banyak mesti dikuasai negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Menurut Aidul, energi listrik tidak lain merupakan hajat hidup orang banyak. Karenanya, perhitungan tarif dasar listrik (TDL) harus didasarkan pada kebijakan negara, bukan mekanisme pasar.

“Undang-Undang Ketenagalistrikan memberikan formula (perhitungan tarif dasar) ke mekanisme pasar bebas. Dan ini tentu saja bertentangan dengan prinsip dasar negara kita,” ujar Aidul Fitriciada Azhari dalam jumpa pers Jihad Konstitusi yang diadakan PP Muhammadiyah di Jakarta, Rabu (15/4).

Lebih lanjut, Aidul mengatakan, dengan regulasi UU 39/2009, pembangunan pembangkit tenaga listrik akan lebih mudah didominasi swasta. Dengan begitu, penentuan TDL akan cenderung lepas dari kontrol negara.

“Dengan undang-undang ini (UU 39/2009) ternyata yang mengelola ketenagalistrikan didominasi swasta. Akibatnya, tentu saja harga dasar listrik ditentukan oleh mekanisme pasar,” papar dia.

Aidul menegaskan, listrik merupakan hak asasi tiap warga negara Indonesia. Karenanya, pemenuhan kebutuhan listrik menjadi tanggung jawab negara, yang tidak boleh diintervensi kepentingan swasta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement