Rabu 15 Apr 2015 18:38 WIB

Pemeriksaan SDA Belum Sentuh Materi Perkara

Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) tiba di Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan perdananya di Jakarta, Rabu (15/4). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) tiba di Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan perdananya di Jakarta, Rabu (15/4). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemeriksaan awal terhadap mantan menteri agama Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyelenggaraan haji belum menyentuh perkara. Pemeriksaan baru menyangkut struktur organisasi di kementerian agama.

"Baru struktur organisasi ya," kata Suryadharma seusai diperiksa selama sekitar 6,5 jam di gedung KPK Jakarta, Rabu (15/4).

SDA mengaku pemeriksaannya kali ini belum memasuki materi perkara. Ia juga mengaku tidak mengetahui kaitan politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Endro Suswantoro Yahman yang pada hari Rabu juga dipanggil sebagai saksi dalam kasus yang sama.

"Saya nggak tahu, nggak tahu," jawab SDA saat ditanya mengenai Endro.

Pengacara SDA, Andreas Nahot Silitonga yang menemani pemeriksaan SDA tersebut mengaku bahwa kliennya ditanya mengenai kewenangannya sebagai menteri. "Pemeriksaannya awal juga sih belum masuk pokok materi, tadi menjelaskan apa saja yang menjadi kewenangan menteri, bagaimana struktur di sana. Baru itu saja," kata Andreas.

Artinya menurut Andreas, penyidik KPK belum menanyakan mengenai penyelenggaraan haji dan tender dalam proyek tersebut. Andreas pun berharap kliennya tidak lama di dalam tahanan.

Mantan menteri agama Suryadharma Ali menjadi tersangka berdasarkan sangkaan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement