Rabu 15 Apr 2015 14:27 WIB

Dari Gus Dur, SBY, Hingga Jokowi Sudah Mohon Ampunan bagi Zaenab

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Esthi Maharani
TKW Arab Saudi yang dieksekusi, Rabu (14/4), Siti Zaenab
Foto: antara
TKW Arab Saudi yang dieksekusi, Rabu (14/4), Siti Zaenab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsoedi menyebut tiga presiden sudah memohon ampunan bagi Siti Zaenab, WNI yang dihukum mati di Arab Saudi. Menurut dia, Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo telah mengirim surat pada Pemerintah Arab Saudi agar memohonkan maaf pada keluarga korban.

"Semua sudah dilakukan tapi keluarga tidak memberi maaf," kata dia di Kantor Presiden, Rabu (15/4).

Kendati kecewa dengan hukuman mati yang sudah dijalankan, Retno mengatakan hal itu tidak akan mengubah pendirian Indonesia untuk tetap mengeksekusi terpidana mati narkoba.

"Komitmen kita untuk melindungi WNI adalah prioritas, tapi ada isu berupa law enforcement yang harus kita lakukan di dalam negeri," ucap Retno.

Seperti diketahui, Arab Saudi diam-diam telah melakukan eksekusi mati terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Siti Zaenab binti Duhri Rupa. Zaenab yang berasal dari Bangkalan, Madura dihukum mati di Madinah pada 14 April pukul 10.00 waktu setempat tanpa adanya pemberitahuan pada perwakilan Indonesia di Arab Saudi.

Sebelumnya, Zaenab adalah terpidana atas kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasanya, Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Ia kemudian ditahan di Penjara Umum Madinah sejak 5 Oktober 1999.

Setelah melalui serangkaian proses hukum, pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati pada Zaenab. Dengan jatuhnya keputusan qishas tersebut, maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Namun, pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban, mencapai usia akil baligh.

Setelah dinyatakan akil baligh pada 2013, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi menolak memberikan pemaafan kepada Zaenab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada tahun 2013.

Mengetahui hal ini, pemerintah Indonesia berusaha membatalkan hukuman mati dengan memohonkan pengampunan dari keluarga korban. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, mulai dari menyewa pengacara untuk mendampingi Zaenab, melakukan pendekatan pada keluarga korban, sampaik menawarkan pembayaran diyat melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar 600 ribu riyal atau sekitar Rp 2 miliar. Namun, upaya-upaya yang dilakukan rupanya tak membuahkan hasil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement