Rabu 15 Apr 2015 04:26 WIB

Pengamat: Kalau tak Jeli, Kebutuhan BBM Jebol pada 2025

Rep: C85/ Red: Bayu Hermawan
Petugas melayani penjualan BBM di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Ahad (29/3).
Foto: Prayogi/Republika
Petugas melayani penjualan BBM di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Ahad (29/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan nasional akan Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kepala Pusat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Deendarlianto mengemukakan bahwa 68 % dari kebutuhan total BBM dalam negeri hanya untuk transportasi.

Angka ini, lanjutnya, akan terus meningkat. Dia juga menyebut, apabila tidak ada skenario untuk mengatasi hal ini maka kuota BBM bisa jebol.

"Sebenarnya kalau melihat PP 79/2014, kebutuhan maksimal dari BBM 2025 sebesar 68 mtoe untuk transportasi. Untuk secara total oil 2025 100 mtoe. Artinya, secara general 68% dari kebutuhan oil hanya untuk transport. Itu beban untuk pemerintah. Kalau tidak ada skenario yang akurat, kita akan jebol di 2025," jelasnya.

Menghadapi kemungkinan ini, Deendarlianto mengajukan sejumlah skenario kepada pemerintah. Pertama adalah pemanfaatan biofuel. Dia mengatakan bahwa kendaraan saat ini sudah diproduksi dengan kemampuan untuk melakukan pembakaran terhadap bahan bakar B20 hingga B30.

Dengan melakukan kebijakan penggalakan pemanfaatan biofuel, dia menyebut, pemerintah bisa melakukan penghematan sebesar 8% dan masukan faktor kendaraan roda dua sebesar 17%. Artinya, pengembangan energi baru dan terbarukan sangat vital dan memperngaruhi kebutuhan BBM di masa depan.

"Pada 2025 nanti akan alami fase kebutuhan oil lebih besar 11% dari target. Lalu, kalau kita masukan faktor fuel economic sebesar 0,5% per tahun, diasumsikan dengan adanya euro 2-5 dan adanya pengembangan engine sebesar 1,5% per tahun, kita tidak menghasilkan konsumsi energi yang banyak," katanya.

Penghematan 8 % dari penerapan biofuel ini bisa digunakan untuk membiayai proyek pengembangan energi baru terbarukan lainnya. Energi baru terbarukan yang bisa dikembangkan nantinya bisa jadi berbasis akan pemanfaatan alam di setiap pulau, seperti energi matahari, angin, dan mikro hidro.

"Pengembangan energi terbarukan sangat vital dalam skenario energi nasional. Rancanagan kebijakan energi nasional harus disinergiskan dengan rancangan daerah. Di samping itu, harus ada langkah baik, yaitu penguatan industry energi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement