Selasa 14 Apr 2015 15:14 WIB

Standar Pemberian Remisi Teroris Dinilai Sulit

Rep: C15/ Red: Ilham
Terorisme
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu standar yang dipakai oleh Kemenkumham dan BNPT dalam memberikan remisi terhadap para terpidana terorisme adalah berkelakuan baik dan mampu menanggalkan ideologi radikalnya untuk kembali mencintai demokrasi dan pancasila. Namun, pakar hukum pesimis dengan standar tersebut.

Pakar Hukum Universitas Indonesia, Topo Santoso mengatakan, standar tersebut sulit karena faham dan keyakinan yang mereka percayai mengakar dalam benak dan ideologi mereka. Untuk bisa meretas ideologi mereka, hal tersebut bukan perkara yang mudah. 

"Hal ini sulit diterapkan, sebab prilaku baik juga tidak bisa dipukul rata bagi para terpidana teroris. Syarat tersebut kemudian tidak ada tolak ukur dan jaminan bahwa mereka bisa kembali meyakini apa yang mereka pahami merugikan orang banyak," ujar Topo saat dihubungi Republika, Selasa (14/4).

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini juga menilai, jika BNPT memang memberikan remisi bagi para terpidana teroris, maka BNPT perlu mendudukan persoalan terorisme pada cara pemulihan yang berbeda dengan tindak pidana lainnya.

Menurut Topo, terorisme lahir bukan hanya sekedar memasuki ranah psikologis. Namun, bisa saja karena aspek ekonomi, kedekatan personal, kepercayaan diri, lingkungan dan keluarga. Aspek tersebut kemudian menjadi titik masuk paham radikalisme.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement