Senin 13 Apr 2015 22:04 WIB

80 Persen Konsumen Bir di Bali adalah Wisman

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Minuman beralkohol dijual di salah satu minimarket di Jakarta, Kamis (27/3).
Foto: Republika
Minuman beralkohol dijual di salah satu minimarket di Jakarta, Kamis (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR -- Minuman beralkohol (mikol) golongan A termasuk di antaranya bir, bir hitam, dan minuman ringan beralkohol selama ini masih dijual bebas dan mudah didapatkan di warung dan minimarket Indonesia. Per 16 April mendatang, jenis-jenis tersebut tidak akan dijumpai lagi di tempat umum menyusul implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 6 Tahun 2015 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan mikol.

Ketua Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol (ADMA) Golongan A Bali, Fredy Karmana menilai aturan baru ini bukan solusi dari permasalahan. Ini justru memutus mata rantai perdagangan, mengingat 78 persen pedagang bir di Bali adalah pengecer.

"Di samping itu, 70-80 persen konsumen bir yang dijual pengecer adalah turis asing yang sedang melakukan aktivitas wisata di pantai. Jadi, bir dan wisatawan mancanegara (wisman) di Bali tak bisa dipisahkan," ujarnya di Denpasar, Senin (13/4).

ADMA mencatat sebanyak 50 persen omset mereka turun hingga April tahun ini sejak aturan baru tersebut diturunkan. Setidaknya tiga ribu pedagang dan pengecer mikol tersebar di Bali, terutama di Pantai Sanur dan Kuta akan kehilangan sumber penghasilannya. Pasalnya, turis-turis asing di Bali rata-rata mengonsumsi lima juta botol bir per bulan.

Bir adalah minuman yang memberi keuntungan para penyedia akomodasi pariwisata di Bali, seperti hotel, kafe, dan restoran. Pelaku pariwisata Bali menilai konsumen mikol akan tetap ada meski peraturan ini diberlakukan atau tidak.

Ketua Komisi II DPRD Bali, I Ketut Suwandhi mengatakan Permendag No. 06/ 2015 tak ubahnya seperti sambaran halilintar bagi masyarakat Bali. Pasalnya, ekonomi kerakyatan, khususnya di sektor pariwisata di Bali bisa mati.

"Permendag ini turun tiba-tiba dan tanpa disosialisasikan ke daerah terlebih dahulu," katanya.

DPRD menilai permendag ini tak relevan. Pemerintah seharusnya melarang peredaran mikol tak berizin dan membatasi mikol tradisional yang berkadar alkohol tinggi, seperti jenis arak yang kandungan alkoholnya mencaai 40 persen.

Hingga Senin pekan ini, pemerintah daerah masih belum melakukan razia peredaran mikol di Bali. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna M Wedasteraputra  sebelumnya mengatakan razia peredaran mikol secara khusus dilakukan di Denpasar.

Bali sudah memiliki perda khusus mikol yang menjadi payung hukum bagi produsen usaha industri kecil. Aturan-aturan di dalam perda tersebut contohnya batas maksimal produksi, label edar kandungan alkohol untuk dikonsumsi, dan tempat penjualan.

Pedagang dan pengecer mikol tidak boleh menjual produknya di dekat tempat ibadah, sekolah, dan rumah sakit. Pusat industri kecil minol di Bali di antaranya di Kabupaten Karangasem, Gianyar, Buleleng, dan Bangli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement