Jumat 10 Apr 2015 23:53 WIB

Pengamat: Parpol Cenderung Menganut Paham Gerontokrasi

Hermawan Sulistyo
Hermawan Sulistyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo mengatakan perpolitikan Indonesia saat ini cenderung menganut paham 'gerontokrasi', dimana golongan tua tetap memimpin partai politik, seperti tercermin dalam hasil Kongres PDIP di Bali.

"Jika melihat kongres PDIP di Bali, itu bukti kecenderungan negara kita seperi negara lain seperti Libya dan Thailand yang kecenderungannya ke arah gerontokrasi," katanya di Jakarta, Jumat (10/4).

Ia menjelaskan 'gerontokrasi' tersebut adalah bentuk aturan di mana suatu entitas dipimpin oleh orang tua. Seringkali struktur politik adalah yang menganut pola tersebut dimana dalam kelas penguasa terakumulasi dengan usia, sehingga tertua memegang kekuasaan yang paling tinggi atau penting.

"Semakin tua semakin senior dia semakin mapan kita fokusnya jika ada yang tua, mereka yang akan menang. Bukan hanya PDIP saja tapi juga partai lainnya sama saja," katanya.

Lebih lanjut, dia juga tidak memungkiri bahwa tokoh-tokoh di PDIP belum ada lagi yang sekuat Megawati untuk bisa menyatukan suara partai berlambang banteng tersebut.

"Jika bukan Mega sekarang belum ada yang didengar lagi di sana TB Hassan didengar tapi dia tidak membawa roh Soekarno, Tjahjo Kumolo cukup banyak simpatisannya namun belum dipandang bisa membesarkan partai sedangkan Puan belum kuat sacara kualitatif leadership," katanya.

Hermawan melihat Puan punya potensi kepemimpinan tersebut karena yang bersangkutan dibesarkan di lingkungan politik namun perlu dimatangkan karena memimpin negara tidak semudah yang dibayangkan.

"Maka dari itu bu Mega menyiapkan Puan sekarang menjadi menteri untuk dipersilahkan bertarung dalam perpolitikan untuk dibiarkan matang dulu dan jika itu bagus akan kepilih nantinya," ujarnya.

Persoalan lainnya adalah komposisi kader PDIP di kabinet yang lebih sama dengan Nasdem padahal menurut Hermawan kader partai berlambang banteng itu banyak yang sudah mapan sehingga untuk memperkuat persatuan antar anggotanya dipilihlah Megawati sebagai Ketua Umum.

"Masalah lainnya partai pemenang terbesar pemilu dan presiden tidak punya kursi besar di kabinet. Kursinya sudah kalah sama PKB dan Nasdem, itu artinya apa kalau saya  ketua partai juga akan melihat apa yang salah. kalau kader banyak yang mampu tapi malah mereka tidak ikut saya kira ini salah satu pertimbanganya Megawati dipilih kembali," jelasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement