Rabu 08 Apr 2015 20:47 WIB

BPK Minta Kewenangan Lebih Periksa Keuangan Lembaga

Rep: c93/ Red: Dwi Murdaningsih
Ketua BPK Harry Azhar Azis (kanan) memberi paparan mengenai kinerja BPK di saksikan kepada Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (ketiga kanan) Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kiri), Fahri Hamzah (kedua kanan) dan Agus Hermanto (tengah) pada rapat paripurna di Kompl
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua BPK Harry Azhar Azis (kanan) memberi paparan mengenai kinerja BPK di saksikan kepada Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan (ketiga kanan) Wakil Ketua DPR Fadli Zon (kiri), Fahri Hamzah (kedua kanan) dan Agus Hermanto (tengah) pada rapat paripurna di Kompl

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar Sidang Paripurna Luar Biasa dengan agenda Penyampaian Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2014 di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Rabu (08/04). Sidang dipimpin langsung oleh Ketua DPD RI, Irman Gusman bersama dengan Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad.

Ketua BPK Dr. Harry Azhar Azis, MA mengungkapkan, pada smester II tahun 2014 BPK memeriksa 651 objek pemeriksaan. Semua terdiri atas 135 objek pada pemerintahan pusat, 479 pemeritah daerah serta 37 BUMN dan badan lainnya.

"73 objek pemeriksaan keuangan, 233 pemeriksaan kinerja dan 345 pemeriksaan dengan tujuan tertentu," kata Harry.

Harry menambahkan, dari pemeriksaan juga ditemukan masalah yang perlu mendapat perhatian pemerintah pusat. Diantaranya adalah persiapan pemerintah pusat yang belum sepenuhnya efektif untuk memdukung penerapan Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP).

Dalam pengelolaan penerimaan negara dari sektor migas di kementerian keuangan, terdapat masalah pada penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor migas. Sehingga, atas masalah tersebut, BPK tidak dapat melaksanakan pemeriksaan.

"Karena BPK tidak memperoleh dokumen yang lengkap sesuai dengan permintaan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan," terangnya.

Atas adanya pembatasan pemeriksaan tersebut serta dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari pajak, Harry meminta DPD mengupayakan pembuatan kebijakan baru. Yakni kebijakan yang memungkinkan BPK dapat melaksanakan pemeriksaan sesuai prosedur pemeriksaan yang ditetapkan.

Meski begitu, Harry mengungkapkan dalam 5 tahun terakhir, opini atas laporan keuangan terus membaik. "Secara keseluruhan, tahun 2009 baru ada 15 entitas atau 3 persen yang mendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sedangkan tahun 2013 sudah ada 156 entitas atau 30 persen," tambahnya.

Sementara itu, Ketua DPD RI, Irman Gusman mengungkapkan akan mempelajari seluruh permintaan yang diajukan BPK. Tak hanya itu, ia juga berjanji untuk mengkaji seluruh laporan yang disampaikan BPK.

"Terutama masalah-masalah yang perlu mendapat perhatian tadi nantinya akan kita ditindak lanjuti," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement