Selasa 07 Apr 2015 18:25 WIB

AJI: Pemerintah tak Boleh Jadi Eksekutor Penutupan Situs

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Ilham
Jaga Kebebasan Pers. Ketua Umum AJI Suwarjono saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Jaga Kebebasan Pers. Ketua Umum AJI Suwarjono saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menilai, pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tidak bisa bertindak sebagai eksekutor dalam pemblokiran situs-situs media yang dianggap radikal. Jika pemerintah menjadi eksekutor, maka dikhawatirkan akan terjadi bias dalam penilaian situs-situs yang dianggap bisa ditutup.

''Nanti pihak-pihak yang dianggap bersebrangan dengan pemerintah, bisa ditutup atau diblokir. Ini yang tidak boleh dilakukan dan akan jadi bentuk pembreidelan media yang baru,'' kata Ketua AJI, Suwarjono saat dihubungi Republika, Selasa (7/4).

Suwarjono menambahkan, satu-satunya lembaga yang berhak melakukan pemblokiran adalah lembaga pengadilan. Sehingga pemblokiran itu akan didasarkan pada bukti-bukti dan merujuk kepada keputusan hakim.

Selain itu, Suwarjono menilai, tim panel hasil bentukan Kemenkominfo tidak memiliki wewenang apapun terkait pemblokiran dan penutupan situs-situs tersebut. Dasar hukum pembentukan tim panel itu pun masih terlalu lemah. 

Namun, lewat panel bidang Terorisme, SARA, dan Kekerasan, AJI akan memberikan masukan kepada pemerintah untuk bisa melakukan revisi terhadap UU ITE dan adanya putusan pengadilan dalam pemblokiran situs. Selain itu, masih ada kerancuan dalam menilai konten-konten ilegal. 

''Siapa yang menentukan? Apa-apa saja kriterianya? Ini yang harus bisa diputuskan,'' lanjut Suwajono.

Tidak hanya itu, AJI juga mendesak dibentuknya Komisi atau Badan Internet. Pembentukan badan ini nantinya dapat diatur di UU ITE. Sebagai contoh, jika di UU Pers ada pembentukan Dewan Pers dan UU Penyiaran ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), maka di UU ITE ada pembentukan Badan Internet yang anggotanya bukan berasal dari pemerintah.

''Nantinya komisi atau badan ini yang membuat aturan main dan regulasi soal penyalahgunaan konten di Internet,'' ujarnya.

Terkait pemblokiran situs-situs media Islam yang dianggap menyebarkan paham radikalisme, Suwarjono menilai, langkah yang dilakukan pemerintah itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement