REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Jambatan Sasak Gantung yang terbuat dari anyaman bambu sepanjang 50 meter menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD). Jembatan yang sering dikunjungi turis tersebut terletak di Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Kepala Desa Batu Karas, Ikin Sidikin mengatakan, jembatan Sasak Gantung menjadi sumber penghasilan warga. Setiap ada turis atau wisatawan yang melintasi jembatan tersebut harus membayar Rp 2.000 pulang pergi. Sementara untuk wisatawan lokal hanya dikenai biaya sebesar Rp 1.000.
"Jembatan Sasak Gantung telah menjadi PAD bagi Desa Batu Karas," kata Ikin kepada Republika (6/4).
Ikin menjelaskan, Sasak Gantung menjadi jembatan penghubung antara Desa Batu Karas dan Desa Cijulang. Warga yang ingin melintasi sungai Cijulang sering melewati jembatan tersebut karena Sasak Gantung merupakan jalan pintas. Setiap harinya cukup banyak warga yang melintasi jembatan tersebut.
Hal unik lainnya, banyak wisatawan asing yang sering berfoto di jembatan tersebut. Menurut warga Desa Cijulang, Syamsul Ma'arif (29 tahun) Sasak Gantung terbuat dari anyaman bambu sepanjang 50 meter dan digantung menggunakan kawat. Ketika seseorang berjalan melintasi jembatan tersebut, jembatan akan terayun-ayun. Bentuk jembatan tradisional seperti itu mungkin menjadi hal yang unik bagi wisatawan asing.
Menurut Syamsul, apabila Sasak Gantung menjadi magnet wisata, maka jembatan tersebut harus dilestarikan. Akan tetapi, pengelola harus lebih menjamin keselamatan penggunannya. Anak-anak yang hendak pergi kesekolah dan ibu-ibu yang hendak kepasar kebanyakan lewat Sasak Gantung. Selain itu, sebagai warga yang tinggal di sana, Syamsul berharap pemerintah bisa membangun jembatan permanen jika memungkinkan.
"Ada jalan lain selain Sasak Gantung tapi cukup jauh jaraknya, jadi kebanyakan warga sering melalui Sasak Gantung," kata Syamsul.
Ikin menerangkan, setiap satu tahun sekali jembatan yang sudah menjadi PAD tersebut dilelang ke warga. Kemudian warga mengontraknya untuk dikelola selama setahun. Ikin mengaku, harga kontrak terakhir sebesar Rp 70 juta per tahun.
Soal keamanan jembatan tersebut, Ikin mengatakan sejauh ini aman karena dikelola dengan baik. Dalam satu tahun biasanya anyaman bambu diganti sebanyak tiga kali. Perbaikannya dikelola oleh warga yang mengontrak. Sementara, untuk kawat yang menggantung jembatan diperbaiki oleh Desa. "Jika sudah terlihat tidak layak maka segera diganti, tidak menunggu sampai rusak," kata Ikin.
Dari keterangan warga yang tinggal di sekitar Sasak Gantung, jembatan tersebut dibangun pada tahun 1970. Pembangunan Sasak Gantung bertujuan untuk memenuhi kebutuhan warga. Mereka yang ingin pergi ke pasar, ke sekolah dan yang ingin pergi ke Desa Cijulang sangat terbantu dengan adanya jembatan.
Pada awalnya Sasak Gantung hanya sebuah jembatan tradisional. Fungsinya juga hanya untuk digunakan warga sekitar untuk menyebrangi sungai Cijulang. Seiring berjalannya waktu, Sasak Gantung terus diperbaiki hingga kini sepeda motor bisa melintasinya. Wisatawan asing juga banyak yang tertarik untuk melewati jembatan Sasak Gantung.