REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memberikan arahan terkait pembentukan panitia seleksi (pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memilih calon komisioner lembaga antikorupsi tersebut.
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua pun mewanti-wanti agar pansel tak diisi orang-orang berlatar belakang politisi.
"Saya wanti-wanti betul, pansel kali ini jangan ada orang parpol (partai politik) menjadi anggotanya," katanya melalui pesan singkat, Jumat (3/4) malam.
Menurutnya, pansel untuk mencari pimpinan lembaga antikorupsi tidak bisa diisi oleh orang sembarangan. Mereka harus mempunyai kualitas pribadi, integritas dan rekam jejak yang beda tipis dengan malaikat.
Sebab, kata dia, pimpinan KPK jilid II dan III yang bermasalah menunjukkan adanya masalah dalam proses seleksi, baik di pansel maupun DPR.
Dia mengusulkan, pansel hendaknya diisi mayoritas orang-orang berasal dari kalangan akademisi terutama yang selama ini getol mendukung pemberantasan korupsi.
Selain itu ditambah dengan tokoh masyarakat yang berintegritas serta unsur dari mantan pimpinan dan atau pejabat struktural KPK. Namun, Hehamahua enggan menyebut nama.
Hehamahua secara pribadi menyatakan kesanggupan jika diminta menjadi bagian dari pansel KPK tahun ini. Namun, dia mengaku sejauh ini belum ada komunikasi dengan pemerintah terkait hal tersebut.
“Saya kan sudah berikrar sejak masuk KPK, saya siap mati syahid dalam proses memberantas korupsi di Indonesia," katanya.
Seperti diketahui, masa jabatan pimpinan KPK akan berakhir pada Desember tahun ini. Presiden Jokowi pun telah memberikan arahan terkait pembentukan pansel KPK.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengatakan, sekarang sedang disiapkan kajian umum untuk kebutuhan pansel.
Saat ini, kata dia, Kemenkumham dan Setneg sedang berkoordinasi terkait hal tersebut. Hasil koordinasi nantinya akan dilaporkan ke Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno yang kemudian akan disampaikan hasil kajiannya kepada Presiden.