REPUBLIKA.CO.ID,WONOGIRI -- Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak berdampak buruk terhadap usaha sektor transportasi. Tercatat, 40 persen armada angkutan umum, terutama bus Antarkota Antar Provinsi dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKAP/AKDP) di Kabupaten Wonogiri, Jateng dikandangkan.
'Armada yang saat ini beroperasi disebut-sebut menggunakan onderdil hasil ‘kanibal’ armada jenis lain. Harga suku cadang atau sparepart juga otomatis ikut merangkak naik,'' kata Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kabupaten Wonogiri Edi Purwanto, Jumat (3/4).
Menurut Edi, saat ini lebih dari 20 persen armada di Kabupaten Wonogiri sudah tidak beroperasi. Dengan kenaikan harga BBM yang baru ini, kata dia, berdampak buruk terhadap usaha transportasi. Angka armada yang tidak operasi tambah naik 30-40 persen.
Masih menurut dia, kebijakan Menteri Perhubungan (Menhub) yang melarang kalangan pengusaha angkutan menaikkan tarif sebagai kebijakan yang tidak adil.
''Pemerintah dalam hal ini Menhub, dianggapnya tidak konsisten. Ini karena pengusaha tidak boleh menaikkan tarif. Padahal, ini sebagai dampak kenaikan BBM,'' tutur pemilik armada bus malam PO Sumba Putra ini.
Sebenarnya, Organda Pusat sudah mengusulkan pada pemerintah kenaikan tarif penumpang minimal lima persen sebagai dampak kenaikan BBM. Usulan tersebut, kata Edi, juga memang belum menutup biaya operasional kalangan pengusaha jasa angkutan umum.
Namun, kalau pengusaha atau Organda menuntut kenaikkan tarif yang lebih besar lagi, juga kasihan terhadap penumpang. Yang jelas, akan membebani konsumen atau warga pelanggan yang selama ini jasa layanan angkutan bus.
Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Wonogiri Ismiyanto mengatakan, terkait tarif Angkot dan Angkudes, dalam waktu dekat akan dibicarakan dalam rapat koordinasi dengan jajaran Organda Kabupaten Wonogiri.