REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum PT Semen Indonesia Tbk mengkritik manuver non hukum yang dilakukan para penggugat izin pabrik PT Semen Indonesia, yang dilakukan jelang injury time persidangan.
Langkah- langkah seperti melaporkan majelis hakim kepada Komisi Yudisial (KY) maupun mendemo saksi ahli tergugat di Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan tindakan yang memperlihatkan sikap frustasi.
“Ini tindakan yang tidak berdasarkan hukum. Biarlah majelis hakim yang mengambil keputusan,” tegas Kuasa hukum PT Semen Indonesia, Handarbeni Imam Ariyoso, di sela sidang gugatan Izin PT Semen Indonesia di PTUN Semarang, Kamis (2/4).
Ia menyayangkan lngkah- langkah seperti ini dilakukan para penggugat menjelang putusan sidang di PTUN Semarang. Pihaknya bahkan menganggap hal ini sudah merupakan bentuk obstruction of justice.
Para penggugat dianggap telah mempengaruhi majelis hakim dengan segala macam cara untuk mendapatkan kebenaran sesuai versinya dan bukan berdasarkan fakta- fakta hukum di persidangan. “Intervensi seperti ini sangat kami sayangkan,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan aksi demo yang dilakukan para penggugat terhadap saksi ahli tergugat. Selama ini saksi ahli penggugat juga tidak pernah didemo karena ini bagian dari perbedaan pendapat dalam persidangan.
“Pertanyaannya, kalau pihak PT Semen Indonesia mengajukan saksi ahli yang berbeda pendapat apakah juga tidak diperbolehkan. Ini menunjukkan mereka belum benar- benar dewasa dalam hukum,” tambah Ariyoso.
Sementara itu, terkait materi eksepsi tergugat, ia menegaskan dalil gugatan penggugat sudah lewat jangka waktu atau kadaluwarsa. Karena para penggugat ini sudah mengetahui proses Amdal sudah sejak tahun 2013.
Namun mengapa gugatan baru diajukan para penggugat pada 1 September 2014. Dalam Undang- Undang Peradilan Tata Usaha Negara, hal ini dapat dikategorikan sebagai gugatan yang telah lewat jangka waktu.
Sebab, gugatan seharusnya dilakukan paling lambat 90 hari sejak izin lingkungan diterbitkan. Selain itu, gugatan penggugat juga prematur, belum saatnya diajukan karena sebelumnya mereka sudah mengajukan upaya hukum keberatan.
“Pengajuan keberatan itu belum mendapat jawaban, sedang dalam proses tapi penggugat sudah mengajukan gugatan. Seharus setelah mendapat jawaban baru mengajukan gugatan,” jelas Ariyoso.
Dalam undang-undang diatur, jika penggugat sudah mengajukan upaya hukum keberatan maka harus menyelesaikan proses tersebut sampai mendapat jawaban, penolakan, baru bisa mengajukan gugatan.
Sedangkan terkait kepentingan, mereka para pengugat tidak memiliki kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Tata Usaha Negara. Kerugian yang dimaksud di sini adalah kerugian yang bersifat nyata dan langsung.
Dalam hal kesaksian sidang penggugat hanya menyebutkan ‘pokoke-pokoke’, tidak boleh ada pabrik semen, sehingga tidak ada alasan yang jelas. “Kerugian yang mereka gugat juga masih bersifat angan-angan, karena pembangunan pabrik semen belum berlangsung,” tegasnya.