REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, memetakan desa-desa rawan krisis air bersih sebagai antisipasi kemungkinan terjadinya kekeringan saat musim kemarau. Berdasarkan pemetaan yang telah lakukan, di Cilacap terdapat 77 desa yang rawan kekeringan maupun krisis air bersih. Ke-77 desa itu tersebar di 13 kecamatan.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap Supriyanto di Cilacap mengatakan jumlah wilayah di desa-desa yang rawan kekeringan maupun krisis air bersih itu berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut dia, hal itu disebabkan sebagian wilayah di desa-desa yang selalu mengalami kekeringan maupun krisis air bersih itu sudah terjangkau jaringan air minum, baik yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cilacap maupun bantuan pipanisasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui BPBD Cilacap.
"Ke depan, kami juga akan membuat jaringan interkoneksi PDAM di beberapa desa sehingga jumlah wilayah rawan kekeringan maupun krisis air bersih semakin berkurang," katanya.
Lebih lanjut, Supriyanto mengatakan bahwa dalam rangka antisipasi bencana kekeringan dan krisis air bersih, pihaknya juga menyiagakan dua mobil tangki untuk menyalurkan bantuan air bersih. Jumlah tersebut belum termasuk mobil tangki milik PDAM Cilacap maupun Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) III Banyumas-Pekalongan.
"Kami juga sudah menyiapkan alokasi bantuan air bersih sebanyak 200 tangki," katanya.
Di wilayah Cilacap banyak terdapat daerah rawan krisis air bersih terutama yang berada di sekitar laguna Segara Anakan. Masyarakat setempat mengandalkan air hujan yang ditampung dalam tandon air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika memasuki musim kemarau, pasokan air bersih sulit diperoleh karena air di sekitar mereka terasa payau. Bahkan di beberapa wilayah seperti Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, sumur-sumur warga banyak yang terintrusi air payau saat musim kemarau.