REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat mengungkapkan masyarakat di wilayah Bima dan sekitarnya mengaku dan sadar telah menjadi korban ceramah propaganda gerakan radikal. Oleh karena itu, kini tidak ada lagi agitasi dan ceramah-ceramah di masjid yang mengarah ke radikalisme.
“Ada perkembangan bagus. Saat kita bersama masyarakat ke empat mesjid di wilayah Bima dan sekitarnya, mereka melaksanakan ibadah seperti biasa dan tidak ada lagi agitasi dan ceramah yang mengarah ke radikal,” ujar Kapolda NTB, Brigjen Pol, Sriyono kepada wartawan di Kota Mataram, Selasa (31/3).
Menurut Kapolda, pihaknya melakukan upaya pendekatan dengan terlibat langsung dengan masyarakat yang diduga dekat dengan gerakan radikalisme.
“Semua pejabat tidur bersama masyarakat di sana, perkembangannya bagus, dulu ekslusif sekarang tdak,” kata Kapolda NTB menerangkan.
Ia menuturkan, berdasarkan keterangan masyarakat setempat, orang-orang yang sering berceramah di wilayah tersebut merupakan buronan dari Poso dan jaringan Santoso dan semuanya sudah berhasil di tangkap.
“Keterangan yang ada, orang yang memberi ceramah ustaz Joko, Anas dan Heri. Mereka kelompok Santoso dan buronan dari Poso, sudah tertangkap semua,” ungkapnya.
Terkait keberadaan pimpinan JAT yang diduga merupakan gerakan radikalisme, Sriyono mengatakan, pihaknya mendapat informasi yang bersangkutan tengah melakukan pendidikan di Yaman.
Sementara, pihaknya menagku tidak mengetahui jalur keberangkatan pimpinan tersebut ke luar negeri. Pasalnya, setelah dicek ke imigrasi tidak terdapat data.