Selasa 31 Mar 2015 13:52 WIB

Bupati Karawang Non Aktif Dituntut 8 Tahun Penjara

Rep: mj02/ Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG - Bupati Karawang non aktif Ade Swara dituntut hukuman delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum. Tuntutan ini dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa (31/3).

Ade Swara beserta istrinya Nurlatifah diduga  melakukan pemerasan uang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kedua terdakwa ini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. "Terdawa I Ade Swara dituntut hukuman delapan tahun penjara dengan denda Rp 400 juta subsider pengganti empat bulan penjara," kata salah satu JPU dari KPK Andika.

Sedangkan, terdakwa II Nurlatifah dituntut tujuh tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider pengganti tiga bulan penjara. Kedua terdakwa ini pun dicabut hak sebagai pemilih dan JPU meminta kepada hakim untuk dicabut hak remisinya. Aset yang disita senilai 27 M dan Rp 5 miliar dikembalikan kepada PT Kertabumi.

Pencabutan hak sebagai pemilih ini, kata JPU Yudi Kristiana, merupakan tambahan dari UU Tipikor dan Pasal 10 KUHP bahwa terdakwa bisa dicabut hak tertentu sesuai ketentuan hukum. "Tujuannya, untuk menghindarkan negara ini dipimpin kembali oleh orang-orang yang pernah melakukan tindakan pidana," kata Yudi.

Sementara itu, untuk pencabutan remisi, Yudi mengatakan, JPU telah menginisiasi terhadap pelaku korupai untuk dicabut hak memperoleh remisi. Sehingga, tidak ada lagi setiap tahunnya meminta remisi. "Ini pencabutan remisi yang kedua kali ini setelah yang pertama kasus korupsi di Jakarta," ujarnya.

Mendengar tuntutan tersebut, menurut  Ade Swara banyak sekali fakta persidangan yang dipotong-potong. Keterangan para saksi yang hanya dibacakan sepotong dan saya tidak sependapat dengan apa yang disimpulkan. "Jaksa hanya melihat fakta dari catatan. Sementara keterangan saksi banyak yang diabaikan," ujar Ade.

Akan tetapi, Ade mengakui ini belum selesai. Ia masih memiliki waktu untuk pembelaan. Ade berharap, persidangan ini bisa menghasilkan keadilan yang tidak hanya didukung oleh fakta-fakta tertentu saja dengan mengabaikan fakta lain.

"Tapi saya menyerahkan kepada Allah. Semoga Allah menunjukkan keadilannya dengan seadil-adilnya. Apapun keputusannya, akan saya terima karena itu atas izin Allah," katanya usai persidangan.

Ade menyatakan, ia tidak mengambil uang rakyat dan uang negara tetapi ada persoalan lain. "Dengar saja saat kami melakukan pembelaan," kata Ade.

Ade Swara dan istrinya terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK pada Kamis 17 Juli 2014 lalu. Mereka memeras pengusaha dari PT Tatar Kertabumi dengan meminta uang Rp 5 miliar terkait izin penerbitan surat persetujuan pemanfaatan ruang.

Kedua terdakwa kemudian dijerat dengan dua dakwaan. Pertama, kasus pemerasan dikenakan Pasal 12 huruf e UU RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Kedua, untuk kasus TPPU dijerat dengan Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Djoko Indiarto, Kristwan G Damanik, dan Adriano ini akan dilanjutkan Selasa mendatang (7/4) dengan agenda pembelaan dari Penasehat Hukum dan terdakwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement