Selasa 31 Mar 2015 01:00 WIB

'Tembak Mati Teroris Dibenarkan dalam Kondisi Tertentu'

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah anggota Bmenyergap teroris di Markas Komando Brimob Kompi 3 Detasemen B Pelopor Satbrimob Polda Jatim, Bondowoso, Jawa Timur, Sabtu (17/1).
Foto: Antara
Sejumlah anggota Bmenyergap teroris di Markas Komando Brimob Kompi 3 Detasemen B Pelopor Satbrimob Polda Jatim, Bondowoso, Jawa Timur, Sabtu (17/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko secara tersirat menyatakan akan menembak mati teroris apabila berpapasan dengan jaringan Santoso saat melakukan latihan militer di Poso.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menyatakan, menembak mati pelaku kejahatan dibenarkan dalam kondisi tertentu. Hal itu, menurutnya, diatur dalam Undang-Undang TNI. Meski demikian, Andi mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan sebagai langkah terakhir melumpuhkan musuh.

"Kalau kejadian itu mengharuskan adanya tindakan represif dari aparat TNI ya diharapkan dilakukan sebagai last resort, langkah terakhir. Di Undang-Undang TNI itu adalah langkah terakhir," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/3).

Meski demikian, Andi mengatakan bahwa opsi tembak mati teroris belum pernah dilaporkan Moeldoko pada Presiden Jokowi.

Seperti diketahui, TNI akan mengadakan Latihan Perang Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Latihan ini melibatkan sekitar 3.222 personil dari tiga angkatan.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan, latihan PPRC ini pun bisa berjalan beriringan dengan pemberantasan kelompok jaringan Santoso. ''Iya sekaligus, begitu prajurit saya melakukan kegiatan, kemudian bertemu dengan dia (Santoso), dia bersenjata dan tidak mau menyerah, ya kami sikat,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement