REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dapat memastikan perusahaan yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan benar-benar mematuhi aturan yang ada sebelum diberikan izin dalam melakukan pengelolaan komoditas ikan di Tanah Air.
"Ada lima indikator kepatuhan yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perizinan baru perikanan," kata Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) M Riza Damanik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (30/3).
Riza memaparkan, lima indikator itu adalah kepatuhan membayar pajak, membangun Unit Pengolahan Ikan (UPI), melindungi pekerja, menjaga lingkungan laut, dan menjaga kualitas produk ikan aman bagi konsumen.
KNTI juga mengingatkan KKP untuk tidak terjebak pada daftar hitam perusahaan yang ada saat ini. "Karena besar kemungkinan modus ke depan adalah mereka mendirikan perusahaan baru, nama baru, dan manajemen baru, namun tetap menggunakan sumber kapital yang sama," katanya.
Untuk itu, ujar dia, kelima indikator kepatuhan tersebut dinilai dapat memisahkan antara pelaku usaha perikanan nakal dan yang benar-benar membawa manfaat buat negara.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, tuntutan kepada berbagai kapal pencuri ikan yang kerap terjadi di kawasan perairan Indonesia harus dapat menjerat perusahaan yang ada di baliknya.
"Tuntutan tidak boleh hanya berhenti kepada pelaku di lapangan, tetapi juga harus menjerat perusahaan di belakang layar," kata Sekjen Kiara, Abdul Halim di Jakarta, Kamis (26/3).
Untuk itu, menurut Halim, tuntutan yang dirumuskan oleh penegak hukum mesti tidak hanya berdasarkan pelanggaran administratif, tetapi mendasarkan pada tindak pidana atas perbuatan menangkap ikan yang bertentangan dan melanggar hukum.