REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Kenaikan harga BBM tidak berpengaruh terhadap harga gabah di tingkat petani. Bahkan saat ini, harga Gabah Kering Panen (GKP) terus anjlok hingga di bawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah). Dari pemantauan di sentra-sentra produksi padi wilayah Kabupaten Banyumas dan Cilacap, harga GKP di tingkat petani saat ini hanya Rp 3.300 per kg atau lebih rendah Rp 400 dari HPP 2015 yang ditetapkan sebesar Rp 3.700 per kg.
"Harga gabah kering panen (GKP) memang terus turun karena saat ini masih musim penen raya. Kenaikan harga BBM tidak berpengaruh terhadap harga gabah di tingkat petani," jelas pegiat pendamping petani dari Komunitas Abdi Tani, Kukuh Rasiyanto, Ahad (29/3).
Bahkan dia menyebutkan, untuk harga tebas padi di sawah harganye lebih anjlok lagi. Dari semula bisa mencapai Rp 20-25 juta per bau (8.000 meter persegi), kini hanya dihargai Rp 13 juta per bau. ''Dengan harga tebas sebesar itu, petani sebenarnya hanya dapat untung Rp 3 juta per bau karena ongkos produksi selama masa tanam 3 bulan bisa mencapai Rp 10 juta per bau,'' jelasnya.
Menurutnya, penurunan harga tersebut memang juga terjadi pada Gabah Kering Giling (GKG) dan juga beras. Namun Kukuh menyebutkan, penurunan harga GKG dan beras tidak sedalam gabah dalam bentuk GKP. "Saat ini, harga GKG masih bertahan sekitar Rp 4.700 per kg, sedangkan harga beras Rp 7.500 untuk jenis beras medium seperti IR 64. Sementara HPP GKG ditetapkan Rp 4.650 per kg dan beras Rp 7.300 per kg," jelasnya.
Dia menyebutkan, harga GKG dan beras yang masih relatif bertahan di kisaran HPP ini terjadi karena faktor ongkos angkut dan juga biaya giling yang meningkat seiring kenaikan harga BBM.
Berdasarkan kondisi ini, Kukuh menyebutkan, yang paling merasakan dampak dari kenaikan harga BBM adalah para petani yang kebanyakan menjual hasil produksinya dalam bentuk GKP. Sementara untuk pedagang yang menjual produksi pangan dalam bentuk GKG dan beras, masih bisa mempertahankan tingkat keuntungan yang diperoleh karena harga GKG dan beras masih relatif stabil.
Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas, Faturrahman, mengaku harga gabah di tingkat petani dalam bentuk GKP masih terus mengalami penurunan. ''Kemungkinan harga masih akan terus anjlok karena masa panen raya diperkirakan masih akan berlangsung hingga pertengahan April 2015,'' jelasnya.
Sedangkan harga gabah dalam bentuk GKG dan beras, diperkirakan masih akan relatif stabil di kisaran HPP. ''Bagaimana pun, pedagang yang menjual GKG dan beras, akan tetap berupaya agar tidak sampai rugi. Terutama untuk menutup kenaikan ongkos giling dan ongkos angkutan akibat kenaikan harga BBM,'' jelasnya.
Untuk itu, dia memperkirakan, kenaikan harga BBM yang berlangsung sejak Sabtu (28/3) akan makin memperlebar rentang harga antara GKP dan GKG/beras. Paling tidak, kondisi ini akan berlangsung hingga musim panen raya berakhir. ''Hal ini karena harga GKP di tingkat petani tidak terpengaruh kenaikan harga BBM, sementara untuk harga GKG dan beras di tingkat pedagang, akan tetap bertahan karena pedagang harus mempertimbangkan ongkos giling dan ongkos angkutan,'' jelasnya.
Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas, Nurrohim, menyatakan terus anjloknya harga gabah di tingkat petani ini sangat dikeluhkan para petani anggotanya. ''Saat paceklik harga gabah petani melangit, sementara saat panen harga anjlok,'' katanya.
Dia berharap pemerintah segera turun tangan agar harga gabah di tingkat petani tidak terus anjlok sampai jauh di bawah HPP. ''Dengan tingkat harga pada HPP 2015 saja, sebenarnya keuntungan petani sudah sangat tipis. Apalagi kalau sampai harga anjlok sampai di bawah HPP,'' jelasnya.
Kukuh Rasiyanto membenarkan, bila keuntungan yang diperoleh petani padi saat ini semakin tipis karena ongkos produksi terus meningkat. Seperti harga benih dan pestisida, saat ini sudah mengalami kenaikan antara 15-25 persen. Demikian juga ongkos traktor, karena BBM mengalami kenaikan. ''Hanya pupuk saja masih stabil karena disubsidi pemerintah. Padahal, andil pupuk dalam ongkos produksi secara keseluruhan hanya 20 persen,'' jelasnya.
Untuk itu, dia menilai HPP 2015 yang ditetapkan pemerintah sebenarnya perlu direvisi. "HPP gabah, seharusnya tidak hanya meningkat 10 persen dibanding HPP sebelumnya. Namun bisa di atas 15 persen agar petani padi bisa tetap terlindungi," katanya.