Ahad 29 Mar 2015 06:05 WIB

Marak, Premanisasi di Persawahan

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Indah Wulandari
Petani membajak menggunakan sapi di lahan singkong di Desa Doko, Kediri, Kamis (19/2).
Foto: Antara
Petani membajak menggunakan sapi di lahan singkong di Desa Doko, Kediri, Kamis (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID,KARAWANG -- Menjelang panen raya, petani di Kabupaten Karawang, Jabar, resah.

Pasalnya, setiap kali panen aksi premanisme semakin merajalela. Preman tersebut, memalak petani dengan memintai sejumlah uang. Besarannya mencapai Rp 50 ribu per ton.

Wakil Ketua Kerukunan Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Karawang, Ijam Sujana mengatakan, kasus premanisme di tengah sawah ini sudah berlangsung cukup lama. Bahkan, semakin terorganisir. Akan tetapi, sangat disayangkan aparat tak bisa menindak mereka.

"Karena itu, setiap memasuki musim panen, petani selalu resah," ujarnya, akhir pekan lalu.

Menurut Ijam, setiap kali panen para preman itu berada di tengah-tengah area persawahan. Mereka, langsung mengutip uang kepada petani yang telah menjual gabah ke tengkulak. Besarannya mencapai Rp 50 ribu per ton.

Kalau petani tak mau memberikan uang kutip tersebut, lanjutnya, maka petani akan kesulitan menjual gabah ke tengkulak. Sebab, para preman tersebut akan menghalang-halangi tengkulak berinteraksi langsung dengan petani.

Selain itu, modus lainnya para preman tersebut ikut serta dalam penimbangan gabah. Jadi, mau tidak mau setelah penimbangan, uang petani langsung dipotong Rp 50 ribu per ton.

Petani tak berdaya menghadapi aksi preman yang sudah terorganisasi ini. Sebab, pernah sebelumnya aksi itu dilaporkan ke polisi. Bahkan, polisi pernah turun ke Desa Lemah Duhur, Kecamatan Tempuran. Saat itu, aman. Tidak ada preman.

Namun, dampaknya petani di kecamatan tersebut tak bisa menjual gabah ke tengkulak. Sebab, tak satupun ada tengkulak yang mau membeli gabah petani.

Petani jadi pusing. Makanya, petani terpaksa menjual gabah dengan harga rendah sekali.

"Kondisi itu, gara-gara kami lapor polisi. Tapi, aksi premanisme ini harus diberantas," ujarnya.

Karena, berdasarkan hitung-hitungan KTNA, uang yang dikutip oleh preman terhadap petani ini sangat tinggi.

Hasil produksi padi di Kabupaten Karawang, mencapai 1,2 juta ton per tahun. Berarti, perputaran uang petani yang dipalak para preman itu mencapai Rp 60 miliar per tahun. Kerugiannya sangat tinggi.  

Petani lainnya, Ayom Karyoman (50 tahun), asal Desa Panca Karya, Kecamatan Tempuran, membenarkan dengan aksi premanisme di tengah sawah itu.

Petani tak berdaya menghadapinya. Sebab, kalau dilawan petani akan kehilangan tengkulak yang membeli gabah.

"Kami ingin, petani menindak tegas mereka. Tapi, kami juga tak mau kehilangan tengkulak," ujarnya.

Saat ini, sawah di Kecamatan Tempuran belum panen. Golongan air tiga ini, baru akan panen pada awal Mei mendatang. Kalau menghadapi panen, petani bagai makan buah simalakama.

Ingin mengabaikan preman, tapi resikonya tak bisa menjual gabah ke tengkulak. Bila jual gabah ke tengkulak, maka terpaksa harus memberi uang japrem ke para preman tersebut.

Sementara itu, Kapolres Karawang AKBP Daddy Hartadi mengaku, pihaknya siap memberantas aksi premanisme tersebut.

Apalagi, kerugian yang diderita petani cukup besar. Untuk solusinya, bila ada preman yang memintai uang palak, segera laporkan ke Polsek-Polsek terdekat.

"Saya akan proses sampai tuntas. Pasalnya, tergantung nanti temuan di lapangan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement