REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bambang Sadono mengingatkan pemerintah jangan terlalu sering menaik-turunkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Yang jadi soal bukan masalah harganya naik berapa. Akan tetapi masalah stabilitas harga-harga kebutuhan. Begitu dinaikkan, harga-harga (barang) semua naik," katanya, Sabtu (28/3).
Hal itu diungkapkannya usai seminar "Pilkada Hemat, Transparan, dan Demokratis Sesuai Dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika" yang diprakarsai Majalah Legislatif.
Ia memahami argumentasi pemerintah yang mengurangi subsidi dan mengikuti mekanisme pasar dalam menentukan harga BBM, namun harga BBM yang terlalu sering naik-turun merepotkan rakyat.
"Meski pemerintah kemudian menurunkan harga BBM, harga-harga barang lain, terutama kebutuhan pokok belum tentu mengikuti (turun). Sebaiknya pemerintah jangan terlalu sering menaik-turunkan harga BBM," katanya.
Bambang yang juga Pemimpin Umum Majalah Legislatif itu meminta pemerintah untuk mengatur banyak strategi agar tidak terjadi gejolak atau turbulensi ekonomi yang merepotkan masyarakat.
Selain harga BBM, menurut dia, sebenarnya dinamika pasar juga berpengaruh pada harga pokok. Namun susah untuk mengaturnya karena pemerintah harus memiliki persediaan barang yang cukup.
"Dinamika pasar ini susah diatur. Misalnya, kalau beras tidak ada, ya pasti harganya naik. Melawannya susah, berasnya harus ada, otomatis pemerintah harus punya stok sendiri," katanya.
Namun, kata mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), kalau pemerintah tidak memiliki stok barang yang mencukupi kebutuhan pasar bisa dengan mudah dipermainkan oleh pasar.
Sebagaimana diwartakan, pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM jenis premium penugasan luar Jawa-Bali dan solar bersubsidi masing-masing Rp500/liter mulai Sabtu, 28 Maret 2015, pukul 00.00 WIB.