REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Naik dan turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) rentan terhadap bertambahnya masyarakat miskin karena bisa melemahkan daya beli masyarakat.
"Ketika harga BBM naik harga-harga barang dan komoditi ikut naik, khususnya komoditi seperti beras dan bahan pokok lainnya. Pasti, karena orang miskin di Indonesia sangat elastis dengan perubahan harga," kata Pengamat Ekonomi Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Dahnil Anzar, Sabtu (28/3).
Ia mengatakan ketika terjadi penaikan harga maka daya beli masyarakat langsung jatuh, dan menempatkan mereka pada garis kemiskinan. Namun disaat harga BBM turun, tidak secara otomatis harga-harga barang kebutuhan pokok ikut turun.
Kenaikan harga bbm tak lain mengikuti harga pasar. Artinya, ketika harga minyak dunia naik, maka bbm pun ikut naik dan sebaliknya.
"Nah, kondisi ini tentu mengganggu stabilitas pasar terutama pada tingkat kepastian, fluktuasi yang sering terjadi akan menyebabkan ketidakpastian harga dipasar. Apalagi selama ini pasar terbiasa dengan 'fix rate' harga BBM," katanya.
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM jenis premium penugasan di luar Jawa-Bali dan solar subsidi masing-masing Rp500 per liter mulai 28 Maret 2015 pukul 00.00 WIB.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan per 28 Maret 2015, harga premium penugasan di luar Jawa-Bali menjadi Rp7.300 dari sebelumnya Rp6.800 per liter dan solar subsidi dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter.
"Masing-masing naik Rp500 per liter," katanya, Jumat (27/3).
Menurut dia, kenaikan tersebut dikarenakan peningkatan harga minyak dunia dan pelemahan rupiah dalam periode sebulan terakhir.