Sabtu 28 Mar 2015 09:48 WIB

Diserahkan Mekanisme Pasar, Harga Tanah Semakin Naik

kompleks perumahan di kawasan Tangerang, Banten, Rabu (11/3).
Foto: Antara
kompleks perumahan di kawasan Tangerang, Banten, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga swadaya masyarakat Indonesia Property Watch mengatakan, harga tanah semakin melonjak dan hingga kini belum ada lembaga yang kredibel menjadi instrumen pengendali lonjakan tersebut.

"Saat ini harga tanah semakin hari bertambah naik tanpa ada instrumen yang dapat menahannya, sehingga semua diserahkan pada mekanisme pasar," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (28/3).

Menurut dia, bila program sejuta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah digulirkan pemerintah namun harga tanah semakin hari bertambah naik, maka tidak ada bedanya dengan rumah komersial umum biasa.

Dengan demikian, harga rumah tersebut dinilai semakin lama bertambah tidak terjangkau juga. "Dan akhirnya program sejuta rumah hanya sebatas mimpi," kata Ali. Indonesia Property Watch menilai bahwa kesiapan tata ruang sebuah daerah disertai dengan kesiapan bank tanah milik pemerintah akan menjamin ketersediaan rumah untuk rakyat.

Ia mencontohkan bila di tanah pemerintah dipatok harga tanah Rp 500 ribu per meter persegi, sedangkan di sebelahnya tanah komersial, maka kenaikan tanah komersial itu dinilai akan tidak terlalu tinggi lagi.

"Peran ini yang seharusnya diberlakukan pemerintah terkait konsep bank tanah. Konsep bank tanah sebenarnya sudah dilakukan pada zaman Orde Baru dengan konsep lisiba (lingkungan siap bangun) dan kasiba (kavling siap bangun). Peran swasta dalam penyediaan public housing sepertinya tidak boleh terlalu dominan lagi," katanya.

Ali menegaskan, kebijakan bank tanah tidak bisa hanya dibicarakan dan ditetapkan dengan sebatas peraturan menteri melainkan Presiden harus turun tangan sehingga tanah-tanah BUMN/BUMD/Pemda dapat segera dimanfaatkan dan para pejabat tidak takut untuk bertindak.

Sebelumnya, Indonesia Property Watch meminta pemerintah untuk jangan sampai telat dalam membangun hunian vertikal di wilayah DKI Jakarta karena jumlah populasi yang terus meningkat serta harga tanah yang kian melambung.

"Layaknya sebuah kota besar dengan nilai tanah yang semakin tinggi, maka siap tidak siap, penduduk sebuah kota seperti di Jakarta akan tinggal di hunian vertikal atau apartemen," kata Ali Tranghanda.

Menurut Ali Tranghanda, dengan harga tanah yang tinggi memaksa para pengembang untuk membangun gedung secara vertikal termasuk membangun apartemen. Namun, ujar dia, sangat disayangkan bahwa masih sedikit apartemen yang sesuai dengan daya beli kaum pekerja di perkotaan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement