REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Institute Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Herry berpesan agar pemerintah benar-benar melakukan pengawasan ketat terhadap penggunaan dana desa.
"Jika tidak ada pengawasan ketat, berpotensi menimbulkan konflik di desa," kata Ahmad kepada Republika, Jumat (27/3).
Pengawasan secara serius wajib dilakukan karena ini merupakan pertama kalinya pemerintah memberikan dana desa. Desa pun ibaratnya ketiban durian runtuh dengan adanya program ini. Khawatirnya, para kepala desa tidak bisa menjalankan amanah penggunaan dana desa sehingga ujung-ujungnya bisa menimbulkan protes dari para warganya.
Kendati begitu, Ahmad cukup mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menyiapkan 16 ribu orang sebagai pendamping desa dalam penggunaan dana desa. Dia berharap para pendamping tersebut jangan hanya mengawasi aliran dana, tetapi juga penggunannya kemudian manfaat yang didapat dari penggunaan dana desa tersebut.
"Pendamping ini juga harus konsisten. Jangan hanya di awal-awal saja diterjunkannya," ucap dia.
Ahmad berharap pemerintah dapat menambah jumlah pendamping dana desa. Dia menilai jumlah pendamping yang sebanyak 16 ribu orang belum ideal. Dengan jumlah desa yang mencapai 74 ribu, itu artinya setiap pendamping harus mengawasi sedikitnya empat desa.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Suprayoga Hadi mengatakan, untuk tahap pertama pencarian dana desa pihaknya memang baru menyediakan 16 ribu tenaga pendamping. Pendamping tersebut kebanyakan merupakan mantan pendamping PMPN (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat).
"Pada 31 Maret nanti kita akan buka rekrutmen besar-besaran untuk pendamping dana desa. Target kami pendamping dana desa minimal jumlahnya 32 ribu orang," ujar Suprayoga.