REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta menilai kebijakan pembebasan visa bagi wisatawan 30 negara belum tentu mempengaruhi tingkat okupansi atau keterisian kamar hotel di daerah setempat.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono di Yogyakarta, Kamis (26/3), mengatakan pembebasan visa wisatawan mancanegara belum akan berpengaruh signifikan pada peningkatan okupansi sebelum Bandara Internasional di Kulon Progo dioperasikan. "Selama ini pintu masuk wisatawan mancanegara masih mengandalkan Bali dan Jakarta, mengingat bandara Adisutjipto tidak bisa untuk pesawat besar," kata dia.
Dia mengatakan kendati diberikan kebebasan visa ke Indonesia, wisatawan mancanegara yang dapat langsung masuk ke Yogyakarta hanya dari Malaysia dan Singapura. "Meski demikian, kami menyambut baik inisiatif pemerintah itu," katanya.
Kesempatan itu, menurut dia, juga perlu dimanfaatkan Dinas Pariwisata DIY untuk lebih menggencarkan kembali promosi wisata bagi masyarakat internasional. Sementara itu, dia mengatakan justru yang memberikan dampak terhadap okupansi serta sektor MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) adalah kembali dibukanya kran rapat di hotel bagi pegawai negeri sipi (PNS).
"Sudah ada reservasi-reservasi dari kementerian, meskipun sampai kini kami belum diberikan surat resmi mengenai kembali diperbolehkannya rapat di hotel bagi PNS," katanya. Dia mengatakan hingga saat ini rata-rata okupansi hotel berbintang di DIY baru 40 persen, sedangkan nonbintang hanya mencapai 20 persen.