Kamis 26 Mar 2015 14:00 WIB

Pemda Dukung Percepatan Penerapan SVLK

Rep: Sonia Fitri/ Red: Satya Festiani
Kayu Log (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Jessica Wuysang/ed/ama/11
Kayu Log (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah Pemerintah Daerah (Pemda) mendukung percepatan penerapan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sikap tersebut membuka peluang yang lebih besar bagi seluruh usaha kehutanan skala rakyat termasuk mebel agar dapat memenuhi batas waktu pemenuhan persyaratan SVLK pada 31 Desember 2015.

"Industri mebel dan Pemda kini antusias dan mendukung sertifikasi, karena mereka tahu SVLK sangat bermanfaat, prosedurnya pun tidak sulit," kata Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono sebagaimana rilis yang diterima Republika pada Kamis (26/3).  

Sejumlah Pemda yang sudah menegaskan dukungan dan menandatangani deklarasi untuk percepatan SVLK di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur dan yang terbaru Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemda lain termasuk Jawa Barat dan Banten, serta Bali juga sudah dijadwalkan melakukan deklarasi serupa.

Dukungan Pemda, kata dia, sangat berarti sebab selama ini kesulitan yang kerap dihadapi pelaku adalah mendapat legalitas seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Industri (TDI), atau izin gangguan (HO) yang kesemuanya merupakan kewenangan Pemda.

Berdasarkan inventarisasi awal di Yogyakarta, misalnya. Sebanyak empat unit dari 31 unit Izin Usaha Industri Primer Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dengan kapasitas kurang dari 6.000 m3 per tahun telah memiliki SVLK. Sementara dari 56 industri kecil furnitur yang telah terdaftar sebagai Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK), sudah 28 unit yang mendapat SVLK. Secara nasional, bantuan sertifikasi SVLK membidik 3.566 unit IUIPHHK dan 743 IKM mebel.

Bambang menyatakan untuk mempercepat SVLK akan dilakukan pendampingan dan juga pendanaan untuk biaya sertifikasi dan penilikan. Total anggaran yang disediakan mencapai Rp33,2 miliar yang berasal dari APBN dan dukungan Multistakeholders Forestry Programme (MFP), sebuah kerjasama antara Indonesia-Inggris. "Jadi untuk usaha skala rakyat sertifikasi dibiayai," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement