REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali mengusulkan penundaan pelantikan kepala daerah terpilih pada pilkada serentak dengan status tersangka korupsi. Penundaan ini diusulkan hingga putusan pengadilan yang bersangkutan berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
"Kita meminta untuk menunda bukan membatalkan," ujar Komisioner KPU Juri Ardiantoro dalam diskusi nasional bertajuk 'Demokrasi, Kekerasan, dan Pembangunan Perdamaian di Wilayah Pasca Konflik di Indonesia, di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, Rabu (25/5).
Untuk itu, Juri mengatakan, KPU membuat surat permintaan kepada pihak berwenang baik presiden maupun menteri terkait usulan penundaan tersebut. Dalam surat tersebut dijelaskan jika kepala daerah ditunda pelantikannya, maka untuk sementara hanya pasangan terpilih yang bisa dilantik.
"Wakilnya dulu atau sebaliknya," ujar Juri. Sebenarnya, kata dia, usulan ini sudah dilakukan sejak Pemilihan Legislatif lalu. Oleh karena itu, dia mengharapkan aturan sama diberlakukan pada pilkada serentak mendatang.
Juri mengatakan KPU pun sudah siap mendapat penolakan dari beberapa pihak terkait usulan penundaan pelantikan ini mengingat hal tersebut tidak tertera dalam Undang-undang Revisi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada. Namun, ia berkeyakinan penundaan pelantikan ini dapat menjaga integritas hasil Pilkada mendatang.