REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pemangku kebijakan perfilman Indonesia menyepakati untuk dilakukan proses seleksi internal dari pihak bioskop terhadap film yang layak tayang. Langkah ini perlu dilakukan untuk menyeleksi film yang bisa menurunkan kualitas film nasional.
Asumsi ini dilatari dengan menjamurnya film minim kualitas itu justru bisa berdampak terhadap semakin melorotnya penonton yang ingin menyaksikan film nasional di bioskop-bioskop Tanah Air.
Hal tersebut menjadi benang merah dari hasil diskusi bertajuk "Meningkatkan Minat Penonton Film Nasional" yang digelar di Jakarta. Hadir dalam diskusi tersebut Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI), Kemala Atmodjo; Ketua Umum Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin; serta Ody Mulya Hidayat (Persatuan Produser Film Indonesia).
Kemala sepakat jika pemilik gedung bioskop bisa melakukan seleksi internal. Kalau bioskop menganggap suatu film itu layak tayang maka sepatutnya diberikan kemudahan. “Ini dianalogikan dengan toko buku yang berhak menolak buku-buku yang dianggap jelek,” kata dia.
Ody juga setuju dengan usulan tersebut. Ody menilai sejauh ini masih banyak film nasional yang berkualitas rendah itu menghiasi layar bioskop Tanah Air. Menurut dia, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap minat penonton untuk menyaksikan film-film nasional. “Jumlah penonton bisa tambah drop bila tidak diseleksi,” ujarnya.
Djonny menilai usulan semacam itu diharapkan bisa menjadi jalan keluar atas persoalan masih rendahnya kualitas film nasional. Ia meyakini dengan masih banyaknya film minim berkualitas tayang akan bisa berimbas pada rendahnya tingkat penonton film nasional. “Untuk itu saya setuju adanya seleksi yang dilakukan oleh bioskop. Itu penting dicatat!” katanya.
Djonny juga menepis tudingan bahwa tidak ada rasa nasionalisme hanya karena lebih mengutamakan film-film impor ketimbang film nasional. Padahal, lanjut Djonny, bioskop di Indonesia sebenarnya memberi kesempatan banyak kepada film nasional, namun justru hal itu menurunkan jumlah penonton.
“Apanya yang tidak nasionalis? Pernah bioskop menghentikan jadwal tayang film asing, meski masih berpotensi meraup banyak penonton, yakni sekitar 400 penonton. Sebagai gantinya, ditayangkan film nasional. Namun kenyataannya, film tersebut ternyata hanya ditonton oleh 3o-an orang,” katanya.