REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 5 Maret 2015 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno, memerintahkan Polri menghentikan kriminalisasi terhadap KPK dan para pendukungnya.
Para pendukung yang dimaksud ini termasuk mantan wakil menteri hukum dan HAM Denny Indrayana dan mantan ketua PPATK Yunus Hussein.
Mereka berdua pada waktu itu telah dilaporkan tersangkut kasus hukum di Polri. Namun, instruksi tersebut diabaikan. Polri telah menetapkan tersangka kepada Denny Indrayana beberapa hari lalu. Pengabaian instruksi Jokowi oleh para pembantunya dan jajaran pemerintah bukan kali ini saja.
Sebelumnya, Jokowi juga mengingatkan rencana Menkumham Yasonna H Laoly yang ingin melonggarkan persyaratan pemberian remisi untuk narapidana korupsi. Namun, Yasonna tetap melanjutkan rencananya tersebut dengan atau tanpa persetujuan Jokowi.
Selain itu, Jokowi juga telah mengeluarkan instruksi soal larangan rapat di hotel bagi para aparatur pemerintahan dari pusat hingga daerah. Namun, instruksi itu banyak dilanggar dan bahkan ditentang oleh aparatur negara.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, contoh tersebut merupakan indikasi wibawa presiden sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan sedang tak didengar oleh bawahannya.
"Para pembantu presiden tak lagi menyesuaikan kebijakannya dengan kebijakan presiden. Mereka seolah tak lagi bekerja kepada presiden. Lalu mereka bekerja untuk siapa?" kata Feri saat dihubungi Republika, Rabu (25/3).
Menurut Feri, bagaimanapun presiden itu dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk rakayat. Ketika mengabaikan, artinya mengabaikan rakyat banyak.
Soal bentuk perintah presiden, Feri menjelaskan dalam ketatanegaraan, perintah presiden kepada aparaturnya bersifat mengikat. Baik tertulis maupun lisan.
"Fungsi perintah tertulis itu tujuannya agar ada dokumen. Tetapi perintah lisan juga harus dilaksakanan tanpa perlu administrasi surat menyurat," kata Feri. Bahkan, sebuah kode atau isyarat dari presiden pun, meski bisa memunculkan tafsir beragam, tetap harus dilaksanakan.
Karena itu, lanjut Feri, jika para pembantu tetap membangkang, maka Jokowi harus mengeluarkan tindakan tegas. Salah satunya, dengan mencopot menteri-menteri atau pejabat yang setingkat yang melawan perintahnya.