Rabu 25 Mar 2015 17:21 WIB

Deradikalisasi di Indonesia Hanya Seremonial

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Indah Wulandari
Seorang personil Brimob bersenjata lengkap berjaga-jaga di jalan raya tepat di depan markas Polsek Kota untuk menghalau warga sipil menuju tempat kejadian perkara (TKP) adanya benda diduga berisi bom, di Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (11/3).
Foto: Antara/Zainuddin MN
Seorang personil Brimob bersenjata lengkap berjaga-jaga di jalan raya tepat di depan markas Polsek Kota untuk menghalau warga sipil menuju tempat kejadian perkara (TKP) adanya benda diduga berisi bom, di Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (11/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah dinilai belum melakukan deradikalisasi atau kontraradikalisasi secara sistematis dan melibatkan kekuatan-kekuatan organik masyarakat di Poso, Sulawesi Tengah.

Kondisi ini membuat kelompok-kelompok radikal di Poso bisa bertahan dan malah terus berkembang.

''Jadi kurang ada pembangunan gerakan deradikalisasi atau kontraradikalisasi itu berbasis kelompok-kelompok dan kekuatan masyarakat secara organik,'' tutur peneliti senior Center for Security and Peace Studies (CSPS) Universitas Gajah Mada Najib Azca, Rabu (25/3).

Ia menilai, selama ini program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah bersifat seremonial dan belum tersusun secara sistematis. Pemerintah pun dianggap tidak sungguh-sungguh dan serius untuk melibatkan kelompok organik di masyarakat setempat.

Padahal, menurut Najib, penting untuk menanamkan pemahaman bahwa kelompok-kelompok radikal itu merupakan musuh bersama dan harus dicegah serta ditangkal.

''Penanganan seperti ini justru memperbesar perlawanan masyarakat lokal. Bahkan, orang yang dulunya menentang terorisme, bisa saja malah balik mendukung gara-gara hal itu,'' tutur penulis penelitian dengan judul After Jihad: Tracing Personal Trajectories of non-local Jihad Fighters after Their Participation in Jihad in Indonesia itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement