REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta pemerintah kabupaten/kota di Bali untuk mempermudah pengeluaran izin bagi industri kecil dan menengah (IKM) sehingga mereka bisa lebih cepat memperoleh sertifikat verifikasi legalitas kayu.
"Kelemahan IKM untuk mendapat SVLK ternyata sesungguhnya bukan hanya biaya, tetapi banyak yang tidak punya izin seperti SIUP, SITU/HO dan izin itu dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota," kata Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi dan Perdagangan Internasional IB Putera Parthama, dalam rapat koordinasi percepatan SVLK, di Denpasar, Selasa (24/3).
Sebelumnya, ucap dia, hambatan yang sering dikemukakan untuk memperoleh SVLK itu karena besarnya biaya sertifikasi, padahal untuk mengatasi hal itu pemerintah bersama lembaga donor sudah menyediakan bantuan biaya sertifikasi dan juga dianjurkan untuk mengajukan sertifikasi dalam kelompok.
"Namun, berdasarkan hasil pencarian fakta oleh tim, hambatan yang lebih penting sebenarnya karena susah atau mahalnya berbagai perizinan. Tanpa adanya izin, SVLK tidak mungkin diperoleh," ujarnya.
Parthama menegaskan SVLK itu penting bagi semua pelaku industri kayu karena negara-negara pengimpor sudah mulai menuntut bahwa semua kayu dan produk kayu yang masuk ke pasarnya adalah legal. Di sisi lain, SVLK akan memberi keunggulan bagi produk Indonesia dalam merebut pasar dan mendapatkan harga yang lebih baik.
Saat ini pihaknya tengah mengupayakan percepatan penerapan SVLK bagi pelaku industri kayu dan Bali menjadi daerah prioritas karena keberadaan ribuan industri kecil penghasil kerajinan untuk kepentingan ekspor.
Jika sistem ini sudah berlaku penuh di awal 2016, hasil kerajinan kayu yang tidak dilengkapi SVLK otomatis akan ditolak oleh negara penerima. Hingga saat ini, tambah dia, sedikitnya 28 negara Uni Eropa sudah mengakui SVLK. Sejatinya, kata Prathama, SVLK rencananya mulai diberlakukan per 1 Januari 2014. Namun, karena banyak hambatan dalam pelaksanaannya, pemerintah masih mentoleransi pelaku industri kecil.
"Hingga akhir Desember 2015, pelaku industri kecil masih dibijaksanai menggunakan Deklarasi Ekpor (DE) sebagai pengganti SVLK. Namun, setelah 31 Desember 2015, DE sudah tak berlaku ini dan seluruh pelaku industri kerajinan kayu wajib mengantongi SVLK," ucapnya.
Sementara itu, Kadis Kehutanan Provinsi Bali IGN Wiranatha berjanji akan melakukan kerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mempercepat dan mempermudah izin bagi IKM. "Itu yang akan kami pacu dengan koordinasi yang berkelanjutan, sehingga persoalan perizinan yang menjadi syarat untuk memperoleh SVLK dapat teratasi," ucapnya.
Wiranatha mengemukakan, dari sekitar 1.900 IKM yang ada di Bali, hanya 60-an yang sudah memiliki SVLK. Demikian juga dengan industri primer, dari sembilan yang ada, baru dua yang sudah memiliki SVLK. Pada kesempatan tersebut juga diisi dengan penandatanganan Deklarasi Bersama Percepatan Pelaksanaan SVLK di Provinsi Bali.