Selasa 24 Mar 2015 23:52 WIB

Soal Lahan Sawit, Terdakwa Ragukan Keterangan Saksi Ahli

Pengadilan
Pengadilan

REPUBLIKA.CO.ID, TAPAKTUAN -- Sidang kasus kebakaran lahan perkebunan sawit di Aceh Barat Daya dengan terdakwa mantan Astate manager PT Dua Perkasa Lestari (DPL), Mujiluddin, kembali dilanjutkan di PN Tapaktuan, Aceh Selatan.

Dalam kesempatan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi ahli perusakan lingkungan dan pembakaran lahan, Basuki Wasis. Namun, kuasa hukum terdakwa, Dedy Kurniadi meragukan sejumlah keterangan yang disampaikan saksi ahli di persidangan.

Apalagi, terang Dedy, sampel tanah yang diambil dari lahan sawit PT DPL dianalisis di laboratorium yang tidak dilengkapi fasilitas memadai. 

"Laboratorium yang digunakan untuk meneliti sampel tidak dilengkapi alat untuk membaca kadar logam (AAS) dan tidak ada ruang khusus penyimpanan sampel," kata Dedy di PN Tapaktuan, Selasa (24/3) dalam keterangan tertulisnya.

Menurut dia, kondisi laboratorium yang digunakan untuk menguji sampel tanah tidak sesuai dengan ketentuan atau PP Nomor 06/2009 tentang laboratorium lingkungan. Padahal, kegiatan melakukan pengecekan terhadap dampak kerusakan lingkungan mengacu pada PP tersebut.

"Sangat penting bagi terdakwa untuk memastikan bahwa proses pemeriksaan dilakukan secara benar dan resmi. Karena segala sesuatu dari keterangan yang disampaikan ahli ini dasarnya adalah pemeriksaan di laboratorium," ujarnya.

Dedy juga meragukan independensi dan kredibilitas saksi ahli dalam kasus yang ditanganinya. Sebab, ahli sudah melakukan investigasi ke lahan sawit milik PT DPL sebelum proses penyidikan dimulai. Karena itu, ia memohon kepada majelis hakim agar independensi kedua ahli dijadikan pertimbangan.

Menanggapi hal itu, saksi ahli Basuki Wasis bersikeras kalau proses pengujian sampel tersebut sudah dilakukan dengan benar. "Alat yang tidak kita punya di laboratorium itu AAS, yang lain bisa manual," kata Basuki.

Saksi ahli menjelaskan, melakukan analisis sebagian sampel di laboratorium lain di lingkungan Fakultas Institut Pertanian Bogor (IPB). Namun, ia tidak menunjukkan atau melampirkan surat keterangan yang menjelaskan pengujian sampel tanah di beberapa laboratorium yang berbeda.

Dedy pun mempermasalahkan revisi keterangan yang dibuat saksi dalam surat keterangannya. Misalnya, mengubah kata "dibakar" menjadi "terbakar". Hal itu dilakukan Basuki di tengah jalannya sidang. 

Sementara itu, terdakwa Mujiluddin mengaku keberatan dengan keterangan yang disampaikan ahli. Dia keberatan dengan mekanisme pengambilan sampel yang dianggap tak sesuai prosedur yang ada. 

"Kami keberatan yang mulia. Itu ada PP-nya, harus diuji di laboratorium tanah, bukan di laboratorium lain. Kemudian, tanaman yang tidak terbakar dalam surat keterangan ahli dikatakan terbakar. Tentu kami sangat keberatan sekali yang mulia," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement