Kamis 19 Mar 2015 23:30 WIB

Banyak Fakultas Kedokteran Hanya Mementingkan Keuntungan

Rep: C14/ Red: Ilham
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Bambang Supriyatno (kanan) beraudiensi saat melakukan kunjungan di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (18/3).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Bambang Supriyatno (kanan) beraudiensi saat melakukan kunjungan di Kantor Republika, Jakarta, Rabu (18/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mengungkapkan masih banyak Fakultas Kedokteran (FK) yang berdiri bukan atas dasar kebutuhan, melainkan keinginan untuk menggenjot profit. Biasanya, ini terjadi pada institusi pendidikan swasta. Ketua KKI, Bambang Supriyatno mengungkapkan, ada sebuah kasus terkait FK yang baru didirikan dengan tanpa memperhatikan aspek kualitas. 

FK ini, lanjut Bambang, tercatat hanya memiliki 28 orang dosen, namun memaksakan diri untuk menerima kuota hingga 400 orang calon mahasiswa. Dari sekian banyak calon mahasiswa yang sudah membayar uang pendaftaran itu, yang diterima hanya 40 orang mahasiswa. Adapun uang yang sudah dibayarkan, tidak akan dikembalikan.

“KKI minta yang seperti itu dihukum, misalnya dengan tidak boleh menerima mahasiswa baru,” kata Bambang Supriyatno saat berkunjung ke Kantor Harian Republika, Jakarta, Rabu (18/3).

Demikian pula, lanjut Bambang, pihaknya sudah meminta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) untuk memberlakuan kuota penerimaan calon mahasiswa FK agar sesuai kualitas dari masing-masing institusi pendidikan itu. Misalnya, tutur Bambang, untuk FK yang masih baru atau terakreditasi dengan nilai C, maka hanya boleh menerima maksimal kuota 50 calon mahasiswa untuk gelombang penerimaan pertama.

“Kalau misalnya UI, UGM, Unair, dan semacam itu boleh terima 250 mahasiswa,” kata dia.

Bambang menegaskan, pihaknya merupakan lembaga negara yang otonom dan bertugas mengawal kompetensi lulusan FK seluruh Indonesia. Ini agar dokter yang bekerja di seluruh Indonesia benar-benar kompeten. KKI juga bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta badan-badan terkait untuk mengupayakan agar masyarakat bisa mendapatkan pelayanan dari dokter yang terjaga kompetensinya.

Secara terpisah, Ketua Purna IDI, Prijo Sidipratomo juga menyorot persoalan pendidikan kedokteran. Salah satu cara menilai kualitas FK ialah akreditasi, yang dilakukan Kemenristek-Dikti. Menurut Prijo, akreditasi pada akhirnya berhubungan dengan pendirian FK baru yang harus disertai ampuan FK tertentu yang sudah lama berdiri. Maka dalam pandangan Prijo, FK pengampu mesti terakreditasi dengan nilai A, bukan yang lain.

“Jadi kalau ada fakultas kedokteran yang nilainya B atau nilainya C mengampu itu sudah salah. Jadi yang A yang harus mengampu,” ujar Prijo Sidipratomo, Kamis (19/3) di Jakarta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement