Kamis 19 Mar 2015 21:22 WIB

Kemenkes: Distribusi Dokter jadi Masalah di Indonesia

Rep: C82/ Red: Indira Rezkisari
Seorang dokter memasukan vaksin meningitis di puskesmas Pondok Asrama haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Ahad (31/8).(Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Seorang dokter memasukan vaksin meningitis di puskesmas Pondok Asrama haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, Ahad (31/8).(Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDMK) Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri mengklaim jumlah dokter yang ada di Indonesia ditambah dengan swasta sudah cukup. Namun, perihal distribusi, lanjutnya, masih menjadi persoalan yang tidak terelakkan.

"Jadi banyak dokter yang menumpuk pada satu fasilitas kesehatan. Sementara banyak juga daerah-daerah yang tertinggal, daerah yang kepulauan, yang penduduknya terpencar itu sulit sekali mengakses dokter. Jadi kalau dari sisi jumlah, rasio rasanya sudah cukup bagus Indonesia. Cuma itu tadi masalahnya," kata Usman, Kamis (19/3).

Usman mengatakan, distribusi memang menjadi persoalan di berbagai negara yang besar dengan disparitas geografi yang luar biasa seperti Indonesia. Masalah tersebut, lanjutnya, semakin bertambah dengan kewenangan distribusi yang dimiliki oleh setiap daerah.

"Itu kan jadi susah. Kalau dulu zaman sentralistik kita taruh di sana, SK Puskesmas itu dulu identik dia ada di sana. Kalau sekarang bisa digeser-geser sama daerah," ujarnya.

"Kedua, tenaga dokter kan juga ada tenaga dokter daerah. Kebanyakan mereka menaruh pada populasi yang banyak orangnya. Padahal kebutuhannya menyebar," kata Usman lagi.

Usman mengatakan, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, tenaga kesehatan termasuk penyiapan fasilitas merupakan tanggung jawab daerah. Pemerintah pusat, lanjutnya, hanya boleh mengintervensi daerah tertentu, seperti daerah tertinggal dan kepulauan.

"Karena itu Kemenkes mulai 2015 intervensinya dikhususkan untuk penempatan tenaga kesehatan di daerah yang tertinggal dan kepulauan. Hanya untuk BPTK (Balai Pengembangan Tenaga Kesehatan). Ini yang kita kembangkan sekarang jadi program Nusantara Sehat yang baru akan kita laksanakan," jelas Usman.

Usman menyebutkan, idealnya, rasio dokter dan jumlah penduduk di satu provinsi adalah 1:2.500-5.000. Namun, angka tersebut, lanjutnya, belum tercapai dan merata di seluruh Indonesia.

"Kalau rasio di Jakarta udah 1:2000-an, udah tercapai. Tapi kalau Papua susah itu. Geografi yang luas, maka kebutuhan dokter jadi lebih banyak walaupun penduduknya sedikit. Jadi menjadi tidak rasional menggunakan rasio untuk daerah-daerah yang sangat luas, geografinya susah dan penduduknya jarang," katanya.

Ia menambahkan, untuk memenuhi jumlah dokter yang ideal, pemerintah akan menambah tenaga kesehatan bagi daerah yang bisa diintervensi, yaitu daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement