REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dinilai belum berdampak pada usaha pengrajin tahu dan tempe di Kota Sukabumi. Pasalnya, kenaika harga kedelai tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
"Saat ini kenaikan harga masih dinilai wajar," ujar Manajer Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Kota Sukabumi, Muhammad Badar, kepada Republika, Selasa (17/3). Dari pantauannya, kenaikan hanya berkisar antara Rp 100 hingga Rp 200 per kilogram. Saat ini harga kedelai masih di bawah Rp 8.000 per kilogram.
Menurut Badar, keadaan ini jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ia mengungkapkan pada 2013 lalu misalnya harga kedelai sempat menyentuh di atas Rp 8.000 per kilogram. Kondisi tersebut dikarenakan pada saat itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp 10 ribu.
Badar mengungkapkan, pada 2015 ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menembus Rp 13 ribu. Namun, anehnya harga kedelai masih di bawah Rp 8.000 per kilogram. Fenomena ini menjadi tanda tanya tersendiri bagi para pengrajin tahu tempe.
Oleh karena itu kata Badar, para pengrajin tahu tempe di Sukabumi masih memantau perkembangan harga kedelai di pasaran. ‘’ Belum ada pengrajin yang menaikkan harga maupun mengecilkan ukuran,’’ terang dia.
Akibatnya, tingkat pembelian dari konsumen juga cukup stabil. Meskipun diakui dia kemungkinan satu atau dua pengrajin yang mengecilkan ukuran karena memanfaatkan momen kenaikan harga kedelai.
Data Kopti Kota Sukabumi menyebutkan, jumlah pengrajin tahu tempe di Kota Sukabumi mencapai sekitar 150 pengrajin, Di mana, setiap harinya pasokan kedelai yang didistribusikan ke Sukabumi mencapai sekitar 12 ton.
Sementara itu di lapangan ada sejumlah pengrajn tahu tempe di Kota Sukabumi yang mulai mengecilkan ukuran produk olahan kedelai tersebut. Hal ini misalnya dilakukan salah seorang pengrajin tahu tempe di Kampung Cijangkar, Kelurahan Citamiang, Kota Sukabumi.’’ Harga kedelai naik, maka pengrajin terpaksa mengecilkan ukuran tahu tempe,’’ ujar Casyono (45 tahun).
Saat ini terang dia harga kedelai per kilogramnya mencapai Rp 7.500. Sebelumnya harga kedelai hanya Rp 7.000 per kilogram. Kenaikan ini merugikan para pengrajin tempe.
Naiknya harga kedelai ujar Casyono salah satunya dipengaruhi karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Hal ini berpengaruh pada komoditas kedelai yang masih menggantungkan pada impor.
Casyono menambahkan, ia juga mengurangi jumlah produksi untuk menekan kerugian. Awalnya, dalam sehari Casyono memproduksi tempe dengaan bahan baku kedelai sebanyak 4,5 kuintal per hari. Namun, saat ini berkurang menjadi 4 kuintal per hari.
Para pengrajin tahu tempe sambung Casyono berharap harga kedelai bisa normal kembali. Jika harga kedelai terus mengalami kenaikan, maka keberadaan pengrajin tahu tempe akan terancam.