REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Golkar Munas Bali, Aburizal Bakrie merasa tak perlu menggubris tawaran Ketua Umum Golkar Munas Ancol, Agung Laksono soal tawaran kursi Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Sekertaris Jenderal (Sekjen) Golkar Munas Bali, Idrus Marham mengatakan, tak ada kepantasan bagi Agung untuk membentuk kepengurusan Golkar.
Idrus menegaskan, kepengurusan Golkar Munas Bali, tak akan pernah mengakui kepemimpinan Agung di Golkar selama konflik di internal partai tersebut belum tuntas. "Langkah Munas Ancol itu (membentuk kepengurusan) jadi bahan tertawaan saja bagi kami," kata dia saat dihubungi, Senin (16/3).
Idrus pun menerangkan, Golkar Munas Ancol tak berhak mendaftarkan kepengurusan Golkar. Sebab dikatakan dia, Agung tak punya dasar yuridis untuk didaulat menjadi ketua umum, apalagi untuk membentuk kepengurusan baru.
Sebab kata dia, setidaknya ada tiga landasan hukum yang dilanggar oleh kelompok Munas Ancol. Pertama soal penyelenggaraan munas yang ilegal. Yaitu dengan ditemukannya pemberian mandat palsu. Kedua, soal manipulasi keputusan Mahkamah Partai Golkar (MPG). Terakhir, soal penjelasan dalam surat pengakuan Kemenkumham terhadap kepengurusan Golkar Munas Ancol.
"Semua kami laporkan. Karena ini perbuatan melawan hukum," kata dia.
Ketua Umum Golkar Munas Ancol, Agung Laksono menawarkan kursi kosong untuk Ketua Umum Golkar Munas Bali, Aburizal Bakrie di Dewan Pertimbangan Partai Golkar (DPPG). Tawaran tersebut, menyusul bakal didaftarkannya kepengurusan Golkar baru, oleh Agung ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Senin.
Selain ARB, beberapa kader Golkar Munas Bali pun disebut Agung masuk dalam struktur kepengurusan baru pimpinannya seperti Wakil Ketua MPR RI Mahyudin, mantan Ketua DPP Golkar Munas Bali, Airlangga Hartarto, dan politikus muda Erwin Aksa.