REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penanggulangan bencana alam yang kerap terjadi di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia membutuhkan kerja sama internasional untuk memulihkan kondisi pascabencana.
"Tentunya Indonesia tidak akan mampu untuk melakukan pemulihan secara cepat tanpa dukungan dunia internasional," kata Wapres saat memberikan sambutan dalam Konferensi PBB ke-3 tentang Pengurangan Risiko Bencana di Sendai, Jepang, Sabtu (14/3).
Jusuf Kalla mengingatkan frekuensi dan tingkat kerusakan bencana semakin meningkat dan sangat mempengaruhi manusia sehingga menjadi pertanda serius untuk dicatat karena ada jutaan orang yang hidupnya terkena dampak bencana alam.
Selain itu, ujar dia, risiko dari kerugian ekonomi, dan juga kerusakan dari pembangunan meningkat lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pencegahan melalui upaya pengurangan risiko bencana merupakan tindakan sangat berharga.
"Indonesia seperti Jepang adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam. Sebagai konsekuensi, kesiapsiagaan bencana harus melekat dalam prioritas nasional dan agenda pembangunan," katanya.
Dari pengalaman setelah gempa dan tsunami melanda pada 2014, Indonesia mulai menggandakan upaya untuk meningkatkan penanganan bencana dengan mengubah paradigma dari tanggap darurat dan pemulihan, menjadi pendekatan yang lebih komprehensif.
"Bercermin pada pada tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 dan gempa bumi di Yogyakarta pada tahun 2006, izinkan saya untuk menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada lebih dari 50 negara sahabat, termasuk Jepang, dengan murah hati memberikan bantuan dan sumbangan untuk membangun kembali dan merehabilitasi kedua daerah itu," katanya.
Menurut dia, Indonesia juga telah berinvestasi pada pencegahan bencana, mitigasi, dan kesiapsiagaan, sehingga saat ini telah menjadi prioritas utama dengan mengintegrasikan pendekatan Disaster Risk Reduction dalam agenda pembangunan.
Wapres mengemukakan, Indonesia juga memberikan perhatian khusus dalam memperkuat kapasitas lokal dan tindakan lokal; memanfaatkan pengetahuan lokal dan kearifan lokal; dan melibatkan semua kelompok masyarakat upaya Pengurangan Risiko Bencana, seperti perempuan, mereka yang kurang mampu, pemuda, dan kaum disabilitas.
"Namun, kita memahami bahwa semuanya ini merupakan upaya jangka panjang dan membutuhkan kerja sama internasional di semua tingkatan, untuk membangun kapasitas negara-negara berkembang agar masyarakatnya tahan terhadap bencana," katanya.